BEBASBARU.ID, INTERNASIONAL – Israel memang pengecut, mereka masih tak berani masuk ke Jalur Gaza untuk melawan seteru beratnya Hamas untuk perang kota.
Setelah AS, kini Perancs minta agar Israel jangan buru-buru masuk ke kota, terlebih pasukan Hamas dianggap lebih piawai melakukan perang kota.
Padahal Israel awalnya ingin lakukan serangan besar-besaran untuk membumi hanguskan Hamas, yang pada Sabtu 7 Oktober 2023 lalu, sukses ‘ganyang’ negeri pendudukan ini.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan serangan darat besar-besaran Israel ke Gaza bisa jadi sebuah kesalahan.
“Intervensi besar-besaran yang akan membahayakan nyawa warga sipil adalah sebuah kesalahan,” kata Macron setelah bertemu Sisi, seperti diberitakan AFP pada Rabu (25/10).
Tak hanya itu, Macron juga menegaskan operasi darat bisa menelan lebih banyak korban sipil dibandingkan serangan udara yang telah dilakukan Israel di Jalur Gaza dalam beberapa waktu terakhir.
“Hal itu juga merupakan kesalahan bagi Israel karena tidak mungkin memberikan perlindungan jangka panjang dan karena tidak sesuai dengan perlindungan penduduk sipil atau menghormati hukum kemanusiaan internasional dan aturan perang,” tutur Macron.
Selain memperingatkan rencana invasi darat, Macron juga mengumumkan bantuan dari Prancis terhadap rumah sakit di Jalur Gaza yang krisis bahan bakar imbas blokade Israel.
Setelah lebih dari dua minggu dibombardir dan dikepung tanpa henti oleh Israel, sistem layanan kesehatan di Gaza yang sudah rapuh terancam runtuh, dengan rumah sakit kehabisan pasokan penting dan bahan bakar untuk pembangkit listrik.
Prancis disebut akan mengirimkan kapal Angkatan Laut untuk mendukung rumah sakit di Gaza dalam 48 jam mendatang, kemudian satu pesawat penuh peralatan medis ke Mesir untuk diangkut ke Gaza lewat penyeberangan Rafah.
Tel Aviv memulai perang dengan Hamas setelah kelompok militan itu melancarkan serangan dadakan yang menewaskan lebih dari 1.400 orang di Israel.
Pejabat Hamas mengatakan sejauh ini serangan Israel telah menewaskan lebih dari 6.500 warga Palestina, sebagian besar warga sipil. Ada kekhawatiran jumlah korban jiwa bisa bertambah jika Israel terus melakukan invasi darat dalam upaya menghancurkan Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Mesir dan Yordania adalah dua negara Arab pertama yang menjalin hubungan dengan Israel, masing-masing pada tahun 1979 dan 1994, dan sejak itu memainkan peran mediator utama.
Kairo telah menjadi salah satu perantara utama dalam upaya pembebasan lebih dari 200 sandera yang kini ditahan di Gaza.***