BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Ia bergidik. Jatuh ke tangan suhengnya ini tidak kurang berbahayanya daripada jatuh ke tangan Bu-tek Siu-lam. Akan tetapi Kwi Lan membesarkan hatinya dan bertanya, suaranya biasa.
“Suheng…., bagaimana dengan Bibi Sian?” Tiba-tiba saja Suma Kiat menangis tersedu-sedu, menyembunyikan muka dalam pelukan lengannya.
Sampai lama pemuda ini menangis, pundaknya bergoyang-goyang, sampai mengguguk. Mau tak mau Kwi Lan agak terharu juga.
Kho Ping Hoo Mutiara Hitam (Bab 525), Suma Kiat bawa Kabur Kwi Lan dan Mempunyai Maksud Jahat
Betapapun juga, pemuda ini bersama-sama dengan dia sejak kecil dan kini ditinggal mati ibunya. Tanpa ia sadari, sepasang mata Kwi Lan juga mencucurkan air mata. Gurunya tentu sudah mati.
Akhirnya tangis Suma Kiat terhenti. Kemudian ia mengangkat mukanya, memandang Kwi Lan dengan sepasang mata merah, “Ibu sudah meninggal dunia….” katanya, suaranya parau,
“Aku ditinggal seorang diri. Karena itu, engkau harus menolongku, Sumoi.” “Tentu saja, Suheng,” jawab Kwi Lan halus.
“Sebagai adik seperguruan, tentu saja aku suka menolongmu. Tapi, kaubebaskan dulu aku dari totokan. Amat tidak enak bicara dalam keadaan begini.”
Tiba-tiba, seperti ketika menangis tadi, Suma Kiat tertawa bergelak, “Ha-ha-ha! kaukira aku begitu bodoh? Membebaskanmu kemudian engkau menyerangku, ya?
Ha-ha, Suma Kiat tidak begitu bodoh, Sumoi. Ha-ha!” Sambil tertawa ha-ha-he-he, pemuda itu menowel paha Kwi Lan. Gadis ini bergidik. Benar gila suhengnya ini.
“Aku tidak akan menyerangmu, Suheng. Aku berjanji takkan menyerangmu.” “Ho-ho-ha-ha, kalau tidak menyerang tentu lari meninggalkan aku!
Ha-ha, aku tidak bodoh. Tidak boleh kau meninggalkan aku. Ibu sudah pergi, engkau tidak boleh pergi. ibu sudah mati…. huu-huuukhuuuk….“ Ia menangis lagi,
“Ibu mati dan aku tidak bisa menjadi kaisar, menjadi pangeran pun tidak. Aaahhh, aku hanya punya engkau, Hanya engkau yang dapat menjadikan aku pangeran.
Ahh, Sumoi, karena itu engkau tidak boleh meninggalkan aku dan terpaksa kutotok.” “Apa maksudmu, Suheng? Menjadikan kau pangeran?”
Kho Ping Hoo Mutiara Hitam (Bab 523), Si kakek Cebol Butek Lojin Puas Permainkan Musuh Besarnya
Kwi Lan bertanya, makin heran akan tetapi juga makin gelisah. “Tentu saja. Ibu pernah bilang bahwa kau adalah puteri Ratu Khitan. Kalau aku menjadi suamimu, berarti aku mantu Ratu Khitan, seorang pangeran.
Kalau kelak aku tidak menggantikan ibumu, menjadi Raja Khitan, setidaknya aku menjadi pangeran. Maka engkau harus menjadi isteriku, Sumoi.”
Kwi Lan terkejut sekali. Celaka, pikirnya. Jalan pikiran orang gila ini aneh sekali. Bagaimana ia dapat lolos? Ia harus cerdik.
“Ah, mana bisa, Suheng? Kau tidak mencintaku, aku pun tidak cinta kepadamu. Ingat, sejak kecil kita saling bertengkar saja mana mungkin menjadi suami isteri?”
“Ha-ha-ha, siapa bilang aku tidak cinta padamu? Kau begini cantik manis, begini molek. Eh, Sumoi, tahukah kau bahwa setelah kita dewasa, seringkali aku rindu kepadamu? Engkau cantik jelita,”
Suma Kiat membelai dagu wanita itu kemudian menunduk dan mencium pipinya! Kwi Lan bergidik. Celaka sekarang!
“Ah, Suheng. Kau jangan bodoh. Kau tahu bahwa aku bukan seorang wanita yang mudah ditundukkan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader