BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Engkau harus berlutut!” kata Bu-tek Lo-jin yang agaknya sudah puas mempermainkan mereka. Ia membuka bungkusan kain kuning, mengeluarkan sekepal “obat” itu.
Mengangkatnya tinggi di atas kepala sambil berkata seperti lagak penjual obat di pasar mendemonstrasikan obatnya.
“Obat ini adalah obat paling manjur di dunia dan akhirat! Jangankan manusia sakit keracunan, bengek, mulas, pening dan lain-lain, bahkan dewa sekalipun dapat disembuhkan!”
Ia lalu membagi-bagi menjadi dua puluh butir, dan membagi-bagikan kepada Bouw Lek Cousu dan murid-muridnya sambil berkata.
Banjarmasin Darurat Gangster ‘Kakanakan’, Polisi Amankan Puluhan Remaja di Banjarmasin
“Telan sekarang juga sebelum terlambat!” Bouw Lek Couwsu menelan pel ke mulutnya. Ia merasakan betapa “pel” itu kasar dan agak asin, terus ditelannya.
Demikian pula dengan murid-muridnya, tanpa ragu-ragu lagi telah menelan obat mustajab itu. Alangkah lega rasa hati mereka ketika kini mereka menarik napas panjang bagian tubuh yang keracunan itu tidak begitu nyeri lagi.
Demikian pula dengan Bouw Lek Couwsu. Kini ia menarik napas panjang sambil mengerahkan sin-kang dan…. rasa nyeri lenyap. Mau tak mau ia jadi berterima kasih sekali lalu menjura kepada Bu-tek Lo-jin.
“Omitohud, Lo-jin telah menyelamatkan nyawa pinceng dan para murid, sungguh merupakan budi besar. Nah, Cu-wi sekalian, sampai jumpa,”
Ia menjura ke arah Suling Emas dan teman-teman, memungut tongkatnya lalu membalikkan tubuh, menyeret tongkat dengan lenggang angkuh, diikuti para muridnya.
Atas isyarat Pangeran Talibu, para pasukan Khitan membuka jalan, membiarkan rombongan pimpinan Hsi-hsia ini lewat.
Begitu mereka pergi, Bu-tek Lo-jin tertawa terpingkal-pingkal meme gangi perutnya, bahkan ia sampai bergulingan di atas tanah terbahak-bahak dan di antara suara ketawanya ia berkata, “
“Lucu…. ha-ha-ha…. lucu!” Mereka yang tidak mengerti, termasuk Pangeran Talibu dan Puteri Mimi, tentu saja menjadi heran sekali, mengira bahwa kakek ini memang betul gila.
Akan tetapi Hauw Lam yang merasa bangga akan gurunya, segera bercerita dengan suara lantang, bahwa Bouw Lek Couwsu dan murid-muridnya tadi sama.
Sekali tidak terkena racun, melainkan terkena hawa pukulan tangan Bu-tek Lojin ketika menuding dan sama sekali tidak terancam maut, karena akibat hawa pukulan itu hanya menimbulkan rasa nyeri sebentar saja.
Bahwa “obat mustajab” itu adapah upil (tahi hidung) yang dicampur dengan debu genteng dan tanah di telapak kaki. Orang-orang Khitan yang mengerti bahasa Han, lalu menterjemahkannya dalam bahasa Khitan kepada teman-temannya dan meledaklah suara ketawa mereka.
Bahkan Puteri Mimi sampai terpingkal-pingkal dan Pangeran Talibu tertawa geli. Yang membuat keadaan amat lucu adalah ketika mereka teringat betapa tahi hidung disebut batu hitam dari sepasang guha.
Tentu saja sepasang guha adalah sepasang lubang hidung dan tentu saja tidak ada manusia dapat memasuki lubang hidung!
Prediksi Liga Champions PSG vs AC Milan: Adu Kekuatan Raksasa Prancis dan Italia
Dan sari bumi adalah kotoran di telapak kaki sedangkan debu angkasa adalah debu di atas genteng! Setelah suara ketawa mereda.
Suling Emas lalu menyarankan kepada Pangeran Talibu agar bersama Puteri Mimi kembali ke Khitan dikawal oleh pasukan Khitan yang sebagian ditugaskan untuk mengurus mayat-mayat yang bergelimpangan. Di depan banyak orang,….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader