BEBASBARU.ID, INTERNASIONAL – Selama ini momok paling menakutkan bagi kepentingan Amerika dan Isreal di kawasan Timur Tengah adalah Iran.
Iran satu-satunya negeri yang tak takut embargo panjang AS dan berseteru langsung dengan Israel, walaupun sampai detik ini Iran masih belum langsung menyerang anak asuh Mamarika itu.
Namun kini semua berubah, setelah Israel terang-terangan membangunkan singa tidur, yakni menyerang Kedutaan Iran di Suriah.
Ketegangan kedua negara pun meningkat ketika Israel menyerang Kedubes Iran tersebut, hingga menewaskan dua jenderal beserta lima penasihat militernya.
Kini, dengan percaya diri Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa pihaknya siap perang lawan negeri ini.
“Selama bertahun-tahun, Iran telah bertindak melawan kami baik secara langsung maupun melalui proksinya, oleh karena itu, Israel bertindak melawan Iran dan proksinya, secara defensif dan ofensif,” tantang Netanyahu, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (04/04/2024).
Serangan tersebut menjadi ancaman serius terhadap kepentingan politik Iran di Suriah. Melihat hal itu, pemimpin negeri ini pun bersumpah membalas serangan yang membunuh dua jenderal militernya.
Terlebih, proksi negeri ini di Irak, Kataib Hizbullah menyatakan siap untuk mempersenjatai 12 ribu pejuang di Yordania guna melawan Israel.
Kelompok Perlawanan Islam di Irak, yang diwakili oleh Kataib Hizbullah serta milisi Syiah lainnya.
Berkomitmen untuk memasok berbagai persenjataan mulai dari senjata ringan dan menengah hingga roket taktis, amunisi, serta bahan peledak.
Sebagai proksi dari negeri mullah ini, mereka berupaya untuk menunjukkan “solidaritas tak tergoyahkan” dengan para pejuang di Palestina melalui pasokan itu.
Israel yang telah meningkatkan kampanye militernya melawan negeri syiah ini pun menjadi khawatir terhadap berbagai ancaman yang mungkin datang.
Tentara Israel juga kerap terlibat dalam berbagai pertempuran dengan kelompok Hizbullah yang didukung Iran hingga Lebanon.
Kiprah negara yang pernah dipimpin ‘Shah’ pro AS ini di kawasan Timur Tengah dinilai oleh beberapa pengamat sebagai upaya destabilisasi dari pengaruh yang sedang terbentuk dalam dinamika politiknya.
Namun, ancaman ketegangan antara Israel-Iran menjadi membuat Netanyahu memutuskan langkah serius untuk menunjukan supremasinya di kawasan Timur Tengah.***