BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Seekor naga menyambar-nyambar merobohkan banyak anak buah mereka, kedua orang murid Mutiara Hitam ini menjadi marah.
Seperti berlumba mereka lalu melesat ke depan, merobohkan setiap orang perajurit musuh yang menghadang dan hanya beberapa menit kemudian mereka telah tiba di tempat laki-laki tampan itu mengamuk.
Tanpa berkata apa-apa, Ji Kun dan Yan Hwa sudah menyerbu dengan pedang mereka, menyerang Han Ki dengan jurus-jurus maut yang membuat pedang mereka berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang mengelilingi tubuh lawan.
Melihat sinar pedang yang mendatangkan angin berdesing ini, Han Ki terkejut. Tak disangkanya bahwa pihak tentara Mancu memiliki orang-orang sepandai ini.
Dia pun tidak berani memandang rendah, cepat tubuhnya melesat ke belakang sehingga lolos dari sambaran dua batang pedang itu.
Ia turun sambil memandang dan hatinya kagum melihat bahwa penyerangnya adalah seorang gadis dan seorang pemuda yang berpakaian Panglima Mancu.
Bersikap gagah perkasa dan ia segera dapat menduga bahwa mereka itu tentulah dua orang tokoh kang-ouw, bukan berbangsa Mancu.
Yang menyeramkan hatinya adalah sepasang pedang yang berada di tangan kedua orang panglima itu, pedang yang sama bentuknya, sama pula sinarnya yang menyeramkan, hanya berbeda ukurannya.
Han Ki dapat mengenal pedang yang ampuh, dan dapat mengenal orang-orang pandai, maka ia bersikap hati-hati. Adapun Ji Kun dan Yan Hwa setelah melihat pemuda tampan yang usianya sudah tiga puluh lima tahun kurang lebih ini.
Yang mukanya berpeluh, pakaiannya sederhana dan sinar matanya lembut, memandang rendah. Jelas bahwa laki-laki itu jerih terhadap mereka.
Terhadap Sepasang Pedang Iblis sehingga dalam gebrakan pertama tadi laki-laki itu mencelat ke belakang. “Sumoi, mari kita lihat siapa di antara kita yang dapat lebih dulu membikin mampus badut ini!”
“Ah, sukar menentukan kalau hanya membunuh. Mari kita lihat pedang siapa yang banyak merobek tubuhnya!” Han Ki mengerutkan keningnya dan berkata.
“Sungguh sayang! Masih muda belia, memiliki kepandaian lumayan, namun berwatak tinggi hati. Sayang…. sayang…. agaknya guru kalian tidak meningkatkan akhlak kalian.”
Yan Hwa menjadi marah sekali. Ia menudingkan pedangnya ke arah muka Han Ki sambil membentak, “Setan sombong! Kematian sudah di depan mata, engkau masih bersikap seperti dewa?
Berani betul engkau mencaci guru kami, keparat!” “Sumoi, dia mana tahu bahwa guru kita adalah Mutiara Hitam. Kalau dia tahu tentu takkan berani membuka mulut besar!”
Benar saja, Han Ki terkejut bukan main mendengar bahwa mereka ini adalah murid Mutiara Hitam, karena Mutiara Hitam adalah piauw-cinya (kakak misan).
Ia menjadi makin marah dan kerut di keningnya mendalam. “Bagus! Kiranya kalian murid Mutiara Hitam? Sungguh memalukan nama guru kalau begitu, merendahkan diri menjadi anjing-anjing penjilat bangsa Mancu!” ….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader