BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Nya Siauw Bwee yang membuka mulut lebih dulu, bertanya sambil tersenyum. “Sobat, kau sedang apa di situ? Mengapa terjala seperti ikan?
Ataukah engkau memang seekor burung dalam kurungan?” Godaan Siauw Bwee ini timbul ketika mendengar julukan orang itu.
Dan melihat bahwa orang itu adalah seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun kurang lebih, mukanya memperlihatkan kekasaran seorang yang jujur dan penuh keberanian.
Mendengar ucapan yang bernada mengejek ini, pemuda itu makin membelalakkan mata saking marahnya.
Tangannya keluar dari celah-celah jala menuding ke arah muka Siauw Bwee, mulutnya terbuka lebar mengeluarkan kata-kata keras.
“Eh, bocah, cilik nakal! Apakah ini perbuatanmu? Jangan main-main kau! Aku bukan harimau atau biruang yang boleh kaujeret seperti ini. Hayo lepaskan aku, kalau tidak aku akan….”
“Kau akan apa? Melepaskan diri sendiri pun tidak mampu, masih banyak lagak hendak mengancam orang!” Siauw Bwee makin suka menggoda menyaksikan orang kasar itu.
“Dan biarpun engkau bukan harimau atau monyet, akan tetapi engkau adalah seekor burung tolol yang mudah dijerat, hi-hik!”
“Eh, bocah! Lepaskan aku! Jangan main-main kau. Apakah engkau ini bocah yang baru turun di dunia kang-ouw sehingga tidak mengenal julukanku Hui-eng yang sudah terkenal di seluruh jagad?”
Siauw Bwee tidak membenci orang itu. Sebaliknya malah, dia suka kepada orang yang kasar, jujur dan agaknya memiliki kepandaian lumayan ini dan berniat menolongnya.
Kalau tadi ia menggodanya adalah karena tertarik melihat sikap orang itu. Akan tetapi, ketika ia berniat meloncat turun dan menolong membebaskan orang yang meronta-ronta dan berteriak-teriak itu.
Tiba-tiba telinganya mendengar gerakan banyak orang mendatangi dari jauh. Ia cepat memutar kudanya dan pergi dari situ.
“Heee! Siluman betina! Kau hendak pergi ke mana? Lepaskan dulu aku, baru boleh pergi. Kalau pergi dulu, siapa yang akan membebaskan aku? Aku…. aku ngeri melihat ke bawah….!”
Akan tetapi Siauw Bwee tidak peduli dan cepat membawa kudanya bersembunyi, lalu ia kembali ke tempat itu, menyelinap di antara pohon-pohon dan mengintai.
Tak lama kemudian, di tempat itu telah datang serombongan orang yang membuat Siauw Bwee bengong keheranan memandang mereka.
Mereka itu terdiri dari dua belas orang, sembilan laki-laki dan tiga orang wanita. Melihat sikap mereka membayangkan bahwa mereka memiliki kepandaian tinggi, dan pakaian mereka pun biasa saja.
Akan tetapi yang amat luar biasa adalah bahwa mereka semua hanya berkaki satu, alias buntung kaki kanan mereka!
Sebagai pengganti kaki buntung, mereka itu memakai tongkat bercagak yang mereka kempit di ketiak kanan. Biarpun mereka itu semua berkaki satu.
Namun mereka dapat melangkah cepat dan gerakan mereka sigap sekali, bahkan ketika mereka berdiri di bawah Hui-eng Liem Hok Sun yang tergantun di pohon, mereka bardiri tegak dengan sikap penuh wibawa.
Liem Hok Sun Si Garuda Terbang juga memandang ke bawah dan kini mulailah dia mengerti bahwa agaknya bukan Si Dara Jelita tadi yang (kelompok kaki buntung)….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader