BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Oohhh….! Kau…. kau…. adik sepupu Menteri Kam?” Puteri itu berkata lirih dan kemarahan lenyap dari pandang matanya, terganti kekaguman.
Juga empat orang pelayan yang tadi marah-marah, kini tersenyum-senyum memandang nona majikan mereka. Sang Puteri dapat menangkap kerling dan senyum ini, lalu membentak.
“Mau apa kalian tersenyum-senyum?” Empat orang pelayan itu menunduk akan tetapi tetap tersenyum dan seorang di antara mereka yang paling berani lalu berkata.
“Hamba sekalian mengira bahwa dia adalah tukang kebun yang rendah, Siocia. Kiranya adik Kam-taijin, seorang pemuda bangsawan yang gagah perkasa, malah pandai terbang melebihi burung. Hemm ….”
Puteri itu tersipu-sipu akan tetapi memaksa diri menghadapi Han Ki yang masih bengong terpesona karena wajah puteri itu makin dipandang makin mempesona lalu berkata lirih.
“Kam-taihiap, sebaiknya engkau lekas pergi dari sini. Kalau ketahuan Hongsiang, selain engkau dihukum aku pun akan mendapat malu. Harap suka pergi dan…. terima kasih atas bantuanmu tadi.”
Kam Han Ki mengangguk, merasa kecewa sekali harus pergi dari depan puteri ini. Akan tetapi ia pun maklum bahwa kehadirannya di situ akan mendatangkan bencana bagi Sang Puteri, maka dia berkata,
“Maaf….!” lalu membalikkan tubuhnya melangkah pergi menuju ke pagar bunga mawar dengan kedua kaki lemas. Mengapa…?
Hatinya seperti hilang dan semangatnya kabur ke manakah? Terasa seperti tubuhnya yang lemas saja yang pergi, akan tetapi semangat, dan hatinya tertinggal di depan kaki Sang Puteri.
Sampai di pagar, dia menengok. Puteri itu ternyata memandang ke arahnya dengan bengong. Sejenak dua pasang mata bertemu, bertaut seolah-olah melekat dan sukar dilepas lagi. Kemudian puteri itu menunduk.
“Maaf, Siocia. Saya Kam Han Ki telah berlaku lancang dan berdosa terhadap Siocia. Akan tetapi sudah kepalang, biarlah saya menambah dosa lagi dengan mengetahui nama Siocia. Bolehkah?” Sunyi sejenak.
Tanpa mengangkat muka puteri itu berkata lirih. “Namaku…. Hong Kwi….” “Terima kasih!” Han Ki berkata dengan girang dan sekali berkelebat, tubuhnya lenyap dari situ melompati pagar.
Demikian cepat gerakannya sehingga, empat orang itu berseru, “Dia…. dia menghilang. Jangan-jangan dia…. setan….!”
Puteri itu tertawa, suara tawanya seperti nyanyian burung, tanda bahwa hatinya gembira sekali. “Hushhh! Bukan menghilang! Mana ada setan di siang hari?
Akaii…Sudah 216 Rudal Menghajar Perabotan Siskaeee, Ada Artis Pria Juga Loh, Siapakah Dia?
Dia seorang Tai-hiap, seorang pendekar besar, tentu saja loncatannya cepat sekali. Dia adik Kam-taijin yang memiliki kepandaian luar biasa, tentu saja….!”
“Hebat…. Betulkah, Siocia? Hi-hihik!” para pelayan tertawa. “Hushh! Apa ketawa? Kusuruh cambuk kau, seribu kali!” Sang Puteri menghardik.
Akan tetapi empat orang pelayan itu masih terkekeh genit dan seorang di antara mereka yang sudah dapat mengetahui rahasia hati puteri asuhan mereka itu, berkata sambil berlutut.
“Hati hamba sekalian gembira sekali, Siocia, jangankan dicambuk seribu kali, biar selaksa kali hamba terima!”….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader