BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Jadi adalah wajar, siapa yang memaksa kita harus bersuka atau berduka? Yang telah terjadi tetap terjadi peristiwa yang sudah terjadi merupakan hal yang telah lewat dan tidak mungkin dapat dirubah lagi.
Seperti lewatnya matahari dari timur kemudian lenyap di barat. Tergantung kepada kita bagaimana menerima terjadinya peristiwa itu.
Mau diterima dengan duka, atau dengan suka, tidak ada yang memaksa dan tidak akan mempengaruhi atau merubah kejadian itu.
Karena itu, mengapa berduka? Muka yang berduka tidak sedap dipandang! Daripada menangis, lebih baik tertawa! Daripada berduka, lebih baik bersuka kalau keduanya tidak merubah nasib!”
Han Ki meloncat bangun seolah-olah kepalanya disiram air es! la memandang gadis cilik itu dengan mata terbelalak dan mulut termganga, hampir tidak percaya bahwa kata-kata yang keluar tadi adalah ucapan Maya.
“Kau…. kau…. sekecil ini…. sudah berpendapat sedalam itu??”
Maya tersenyum, girang mellhat betapa ucapannya seolah-olah menyadarkan Han Ki dari alam duka. “Aku hanya mendengar wejangan mendiang Ayah…. eh, Pamanku Raja Khitan. Akan tetapi wejangan itu menjadi peganganku ketika aku dilanda malapetaka dan sengsara.”
Ayah bundaku telah tiada, Raja dan Ratu Khitan yang menjadi ayah bunda angkat dan yang kucinta melebihi ayah bunda kandungku sendiri yang tak pernah kukenal, telah gugur semua. Kerajaan Khitan hancur, semua milikku, semua keluargaku, terbasmi habis.
Adakah kesengsaraan yang lebih hebat daripada yang kualami? Namun aku tidak terpendam atau tenggelam kedukaan seperti engkau! Karena aku berpegang kepada wejangan Raja Khitan tadi.
Biar aku menangis dengan air mata darah, semua milikku takkan kembali, semua keluargaku takkan hidup lagi. Maka, perlu apa menangis?”
Sejenak Han Ki memejamkan matanya dan teringatlah ia akan semua nasihat dan wejangan Bu Kek Siansu, gurunya.
Terbukalah mata hatinya dan sadarlah dia betapa selama ini ia benar-benar telah bersikap bodoh dan lemah!
Ia terharu sekali dan tiba-tiba ia memegang pinggang Maya dengan kedua tangan, mengangkat tinggi-tinggi tubuh Maya sambil tertawa bergelak!
“Ha-ha-ha-ha! Seorang paman baru sadar setelah mendengar nasihat keponakannya! Betapa lucunya! Terima kasih, Maya, anak manis! Terima kasih banyak!”
Akan tetapi tubuh Maya meronta dan kedua kakinya menendang-nendang marah. “Turunkan aku! Aku bukan anak kecil!”
Han Ki tersenyum dan menurunkan tubuh Maya. Benar-benar anak ini luar biasa sekali. Sikapnya aneh, kadang-kadang bersikap seperti orang dewasa!
“Dan aku bukan keponakanmu. Ingat Han Ki. Engkau bukan pamanku melainkan sahabatku. Sahabat baik! Nah, makanlah!”
Han Ki duduk di atas batu sambil tersenyum, menerima mangkok itu dan makan dengan lahapnya. Maya pergi dari situ dan kembali lagi membawa makanan lebih banyak yang semua disikat habis oleh Han Ki.
Pemuda itu baru sekarang merasa betapa lapar perutnya dan betapa tubuhnya amat membutuhkan makanan.
Kemudian, setelah minum air dan arak yang disediakan Maya sehingga perutnya terasa penuh kekenyangan…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader