BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Yang sudah ia kerjakan kurang lebih setahun lamanya, yaitu menuliskan ilmu-ilmu silat tinggi yang ia gabungkan dari ilmu-ilmu yang dipelajarinya selama ini ke dalam sebuah kitab.
Bu Kek Siansu telah berpesan kepadanya bahwa setelah kitab-kitab yang ditinggalkannya di istana itu habis dipelajari, kitab-kitab itu harus dibakar.
“Kitab-kitab pelajaran iimu silat tidak baik ditinggalkan begitu saja,” kata gurunya. “Ilmu silat merupakan ilmu yang amat berguna jika terjatuh ke tangan orang yang baik-baik.
Akan tetapi sekali terjatuh ke tangan orang yang hatinya gelap tersesat, amatlah berbahaya. Karena itu, setelah isinya dapat dipelajari dengan kedua orang sumoimu, kitab-kitab itu harus dibakar.”
Karena inilah, maka Han Ki terpaksa membakar dan memusnahkan kitab-kitab peninggalan Bu Kek Siansu yang telah mereka pelajari, dan karena dia tidak ingin melupakan ilmu-ilmunya.
Maka dia sendiri lalu merangkai kitab yang berisikan ilmu-ilmu yang digabungnya sendiri dari banyak ilmu silat yang telah ia pelajari.
Tiba-tiba Han Ki mendengar suara ribut-ribut di belakang istana. Suara Maya dan Siauw Bwee, seperti orang bertengkar.
Cepat ia menghentikan tulisannya dan lari ke belakang. Dilihatnya Siauw Bwee dan Maya bertanding memperebutkan mainan batu putih!
Ya…Maya cemburu karena Siauw Bwee dibuatkan patung mainan burung dari batu.
Ketika Han Ki tiba di situ, perebutan mencapai puncaknya. Maya berusaha merampas burung batu itu dari tangan Siauw Swee yang mempertahankan.
Keduanya memegang burung batu itu, bersitegang hendak menarik dan mengerahkan tenaga.
“Prakkk” Burung batu itu pecah menjadi perkeping-keping dan jatuh berhamburan ke atas tanah! Ohhh….! Burungku…. aih, burungku pecah….!”
Siauw Bwee berlutut, menangis memandang burung batu yang sudah pecah berantakan di depan lututnya.
Melihat munculnya Han Ki dan akibat perebutan itu, Maya menjadi pucat dan dia mencela,
“Ahh, begitu saja menangis. Cengeng….!”
“Maya-sumoi!” Apa yang kaulakukan itu?” Han Ki membentak, marah kepada Maya yang cemburu, dan kasihan kepada Siauw Bwee.
“Aku hanya ingin meminjam, dan melihat sebentar. Dasar dia kikir, manja dan cengeng!“
“Tidak! Dia memang hendak merampasnya!” Siauw Bwee membantah, terisak-isak.
“Maya-sumoi, tidak baik meminjam milik orang lain dengan paksa,” Han Ki kembali menegur, tidak senang karena melihat Maya mulai bersikap keras dan memaksa kepada Siauw Bwee.
“Suheng, engkau yang tidak adil, pilih kasih! Kau membuatkan mainan kepada Sumoi, akan tetapi tidak kepadaku.”
Han Ki mengerutkan keningnya. “Sumoi, burung batu itu kubuat atas permintaan Khu-sumoi, bukan semata-mata aku membuatkan untuknya.
Kalau engkau juga menginginkan sebuah, mengapa tidak minta saja kubuatkan dan merampas kepunyaan Khu-sumoi? Perbuatanmu itu tidak benar. Kau harus minta maaf kepada Khu-sumoi!”
“Sudahlah, Suheng. Suci tidak merusak burung batuku.” Siauw Bwee bangun berdiri dan mengusap air matanya.
Melihat betapa Maya dimarahai Han Ki, timbul rasa kasihan di hati Siauw Bwee. ….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader