BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – jauh, namun panca indranya yang terlatih itu membuat Han Ki sadar bahwa ada orang melangkah dekat dari belakangnya. Langkah yang ringan namun bukan langkah seorang musuh.
Maka dia diam saja biarpun seluruh urat syaraf di tubuhnya, seperti biasa, siap menghadapi segala bahaya. “Paman Han Ki….”
Alis Han Ki berkerut makin dalam sehingga sepasang alis itu seperti akan bersambung. Kiranya Maya yang datang dan panggilan itu benar menambah panas hatinya yang sedang mengkal.
Selama dalam perjalanan semenjak “percekcokan” mereka dahulu, gadis cantik itu tidak permah menegurnya.
Bahkan tidak pernah mau memandang langsung dan cepat-cepat membuang pandang matanya kalau kebetulan pandang mata mereka bersilang.
Anak yang manja, nakal, galak dan angkuh! Akan tetapi sekarang tiba-tiba datang dan memanggilnya paman!
“Aku bukan pamanmu! Lupa lagikah engkau?” Han Ki berkata ketus, tanpa menoleh.
Akan tetapi Maya melanjutkan langkahnya dan kini berdiri di depan Han Ki yang duduk di atas batu, menunduk.
“Memang kita orang lain. Biarlah kusebut saja namamu. Han Ki, aku datang membawa makanan untukmu. Makanlah!” Han Ki terkejut dan terheran.
Sehingga di luar kesadarannya ia mengangkat muka memandang. Gadis cilik ini benar-benar amat cantik jelita. Masih kecil sudah jelas tampak kecantikannya.
Wajah yang tertimpa sinar bulan itu demikian cantik seperti bukan wajah manusia. Pantasnya seorang bidadari!
Dan Maya berdiri menunduk, memandangnya dengan sikap seorang ibu terhadap, seorang puteranya, dengan sikap hendak menghibur! Panas rasa perut Han Ki dan ia menjawab ketus.
“Aku tidak mau makan! Kalau aku ingin makan, masa aku menanti kau datang membawakan makanan untukku? Pergilah dan bawa makanan itu, kau makan sendiri!”
Han Ki merasa pasti bahwa jawaban ini tentu akan memarahkan gadis cilik yang galak itu dan memang demikian yang ia kehendaki agar bocah ini segera pergi, tidak mengganggu dia yang sedang melamun.
Akan tetapi sungguh mengherankan. Maya tidak menjadi marah! Tidak melangkah pergi, masih berdiri di situ memegang mangkok makanan, bahkan terdengar ia berkata lirih.
“Han Ki, engkau selalu berduka, tidak makan tidak tidur, wajahmu pucat tubuhmu kurus dan engkau selalu muram dan layu. Mengapakah?”
Han Ki merasa makin jengkel. Bocah ini benar-benar lancang mulut. Bocah seperti dia ini berani bertanya-tanya tentang urusan yang, menjadi rahasia hatinya!
Kalau dia ingat bahwa anak perempuan yang berdiri di depannya ini adalah puteri Raja Khitan, tentu sudah ditamparnya!
“Engkau cerewet benar! Pergilah dan jangan tanya-tanya hal yang tiada sangkut-pautnya dengan dirimu!” la membentak lirih agar jangan terdengar oleh orang-orang lain di dalam guha.
“Hemmmm, di dunia ini tidak ada peristiwa yang aneh! Segala yang ter…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader