BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Nya dan menghancurkan pasukan Mancu. Dia menjadi girang sekali karena hari itu adalah hari terakhir.
Dan besok pagi-pagi dia sudah harus meninggalkan tempat ini untuk mengadakan pertemuan dengan kawan-kawannya.
Maka hasil pengintaiannya itu dapat mendengarkan rahasia yang amat penting bagi pasukan Mancu.
Akan tetapi, betapa terkejutnya ketika ia melihat bayangan berkelebat dan seorang laki-laki tampan berdiri di depan Bu-koksu sambil berkata tenang,
“Bu-loheng, aku telah mengusir seorang mata-mata yang tadi mengintai di sini.” “Eh, mengapa kauusir dan tidak kautangkap atau bunuh?” Koksu Bu Kok Tai bertanya, tidak puas.
“Dia lihai sekali, Loheng. Akan tetapi dia sudah terluka oleh sebuah pukulanku.” “Siapakah dia? Apakah kau mengenal dia?”
“Tempatnya gelap, dia bersembunyi di belakang wuwungan, Loheng. Aku hanya melihat dia dalam cuaca remang-remang, dia masih muda dan tampan, akan tetapi aku tidak mengenalnya.”
“Kam-siauwte, engkau telah berjasa. Harap kau suka melakukan penyelidikan ke kota, jangan sampai ada mata-mata musuh dapat menyelundup masuk ke kota Siang-tan ini.”
“Baiklah, Loheng.” Setelah berkata demikian, pemuda itu berkelebat dan lenyap dari situ. Ok Yang Hwa masih memeluk tiang di bawah pondok itu.
Wajahnya pucat dan dia menggigil. Bukan menggigil karena kedinginan yang dapat dilawannya dengan pengerahan sin-kangnya, melainkan menggigil karena ketakutan!
Ok Yan Hwa murid Mutiara Hitam, menggigil ketakutan? Memang benar demikian dan hal ini tidaklah aneh karena dara perkasa itu tadi mengenal Si Pemuda yang menghadap Bu-koksu sebagai Kam Han Ki!
Perasaan terheran-heran melihat adik sepupu gurunya itu kini membantu Koksu Negara Sung, bercampur dengan rasa ngeri dan takut karena kalau sampai Kam Han Ki melihatnya.
Tentu dia celaka. Paman gurunya lebih lihai daripada Maya, pernah menundukkan dia dan suhengnya di medan pertempuran, bahkan memperingatkan mereka berdua agar meninggalkan barisan Mancu.
Karena telah mendengar rahasia penting dan hatinya gentar setelah melihat Kam Han Ki, Yan Hwa lalu menyelam, berenang di bawah permukaan air tanpa menimbulkan suara.
Meninggalkan tempat itu dan langsung dia menghubungi suhengnya, Can Ji Kun yang menyelundup dan bekerja sebagai tukang kuda.
Isyarat suitan yang dikeluarkan Yan Hwa segera mendapat balasan dan tak lama kemudian kedua orang kakak beradik seperguruan, juga sepasang kekasih ini.
Sudah saling berhadapan di belakang kandang kuda yang gelap. Ji Kun segera merangkul Yan Hwa dan dia berbisik kaget, “Aihhh…. kenapa pakaianmu basah semua?”
“Aku baru saja menyelidiki perundingan di pondok telaga dengan hasil baik,” Yan Hwa balas berbisik.
“Engkau tentu kedinginan. Hayo masuk ke kamarku, tanggalkan pakaian basah ini dan kuhangatkan….”
“Hushhh, itu saja yang kaupikirkan, suheng. Dengarlah, kita harus pergi dari sini, sekarang juga!”…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader