BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Yu Goan menggeleng kepala. “Maaf, Bwee-moi, aku tidak boleh melanggar pesan orang tuaku.” “Sayang sekali, Twako. Nah, selamat berpisah!”
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Siauw Bwee telah lenyap dari situ, pergi menyusul Coa Leng Bu yang sudah lari menuju ke pintu gerbang kota Sian-yang.
Yu Goan duduk termenung dan berkali-kali menarik napas panjang. Ia merasa seolah-olah semangatnya terbawa terbang melayang ke Siauw Bwee setelah berpisah.
Akan tetapi dia mengerahkan kekuatan batinnya dan akhirnya dia dapat melihat bahwa memang sebaiknyalah demikian.
Dengan perbedaan paham ini, yaitu tentang pengabdian terhadap pemerintah maka tercipta jarak antara mereka yang akan meringankan penderitaan hatinya akibat cinta gagal.
Seperginya Siauw Bwee, dia merasa hatinya kosong dan seperti dalam mimpi, Yu Goan mengeluarkan sebuah sampul surat yang ia terima dari Ang-siucai.
Surat perkenalan untuk komandan pasukan pengawal kota Sian-yang, di mana dia akan bekerja dan mendapat kesempatan membuktikan dirinya untuk pemerintah seperti yang dianjurkan oleh orang tuanya.
Dengan adanya pekerjaan itu, dia akan lebih sibuk setiap harinya sehingga akan terhibur dari luka hati karena berpisah dari Siauw Bwee.
Setelah hari hampir gelap, barulah pemuda yang patah hati ini bangkit meninggalkan kuburan mendiang Ouw-pangcu dan melangkah perlahan-lahan menuju ke tembok kota Sian-yang yang sudah tampak dari situ.
Kota Sian-yang adalah kota yang besar dan ramai, bukan saja merupakan kota dagang, akan tetapi juga menjadi kota pertahanan yang dikelilingi sebuah benteng yang amat kuat.
Dalam keadaan negara kalut seperti pada waktu itu, musuh mengancam dari pelbagai jurusan, setiap kota besar menjadi benteng pasukan yang kuat dan Sian-yang tidak terkecuali.
Bahkan Sian-yang dijadikan kota benteng yang menjadi pusat dari daerah di sekitarnya, menjadi sebuah di antara benteng pertahanan jalan yang menuju ke kota raja.
Penduduk kota Sian-yang yang padat itu setiap hari masih melakukan pekerjaan seperti biasa, pasar-pasar tetap ramai.
Tontonan-tontonan masih terus mengadakan pertunjukan, restoran-restoran dan penginapan-penginapan selalu penuh.
Pendeknya, seperti biasa, rakyat tidak mau memusingkan pikiran mengenai perang dan pertempuran.
Kalau mereka itu tanpa dikehendaki terlanda perang, rakyat mawut seperti rombongan semut diusir, namun begitu mereka dapat menetap di suatu tempat dan perang telah lewat.
Melalui atas kepala mereka yang terinjak-injak, rakyat kembali membiasakan diri dan hidup seperti biasa, tenang dan tenteram
Di kota ini banyak terdapat tentara pemerintah yang berkumpul di dalam markas dekat tembok benteng yang mengelilingi kota.
Setiap hari tampak perwira-perwira pasukan berkeliaran di kota, namun rakyat yang sudah biasa dengan pemandangan ini menganggap biasa saja dan bekerja terus.
Karena ini, penghuni kota itu pun tidak merasa heran ketika dalam beberapa hari ini datang kereta-kereta yang terisi pembesar-pembesar militer dan sipil memasuki kota Sian-yang.
Bahkan dikabarkan orang bahwa Koksu sendiri berkenan datang ke Sianyang untuk memeriksa keadaan dan memperkuat pertahanan, di samping beberapa…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader