BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Bwee-moi…. aku mohon kepadamu, jangan aku harus berpisah darimu…. jangan kita saling berpisah lagi….” Siauw Bwee tentu saja sudah menduga akan isi hati pemuda ini, akan tetapi ia mengeraskan hati.
Memandang dengan alis berkerut dan bertanya dengan suara nyaring mendesak, “Twako! Apa maksudmu dengan kata-kata itu?”
Yu Goan menurunkan kedua tangannya dan memandang wajah dara itu dengan muka pucat namun sinar mata membayangkan isi hatinya tanpa disembunyikan lagi.
Suaranya menggetar, namun ia memaksa diri untuk menggunakan saat itu mengeluarkan semua isi hatinya.
“Bwee-moi, dengarlah. Semenjak saat pertama aku melihatmu, kemudian mendengar bahwa engkau adalah puteri dari mendiang pahlawan Khu Tek San, cucu murid Menteri Kam Liong.
Kemudian dilanjutkan melihat sepak terjangmu, menyaksikan kelihaian ilmu kepandaianmu dan watakmu yang amat mulia, aku telah jatuh cinta kepadamu!
Tidak tahukah engkau, Bwee-moi? Aku cinta kepadamu, Bwee-moi, dan aku tidak akan dapat hidup kalau harus berpisah dari sampingmu. Engkau telah menjadi separuh nyawaku dan aku….”
“Cukup, Twako!” Siauw Bwee berkata keras, tidak marah, hanya sengaja memperkeras sikapnya untuk “mengobati” penyakit yang menyerang hati pemuda itu.
“Aku bukan seorang buta yang tidak melihat tanda-tanda itu semua, dari sinar matamu, dari suara dan gerak-gerikmu. Aku tahu bahwa engkau sudah jatuh cinta kepadaku.
Akan tetapi, karena aku tahu pula bahwa amat tidak mungkin bagiku untuk membalas perasaan hatimu itu.
Aku mengambil keputusan bahwa kita harus saling berpisah sebelum penyakitmu menjadi makin berat.”
Yu Goan memandang dengan mata terbelalak kosong, sekosong hatinya yang mengalami pukulan hebat.
Wajahnya yang pucat, matanya yang memandang kosong, mulutnya yang agak terbuka seolah-olah sukar mengeluarkan suara, merupakan ujung pedang yang menusuk hati Siauw Bwee.
“Meng…. mengapa tidak mungkin…., Bwee-moi?” Suara ini lebih mirip rintihan yang membuat Siauw Bwee memejamkan mata sejenak. Ketika dibukanya kembali, dua titik air mata menetes turun.
Sejenak dia memandang wajah Yu Goan yang pucat, rambutnya yang mawut, matanya yang sayu, mulutnya yang tertarik derita hatinya.
Ahhh, betapa mudahnya jatuh cinta kepada seorang pemuda seperti ini, pikiran ini seperti kilat memasuki kepalanya.
“Akan tetapi di sana ada Kam Han Ki dan dia tidak mau menukar suhengnya itu dengan pria lain yang manapun juga, betapa tampan dan baik pun!
“Yu-twako, aku suka kepadamu, aku menganggap engkau sebagai sahabat terbaik, bahkan sebagai saudara, akan tetapi tidak mungkin aku membalas cintamu.
Karena…. karena cinta kasihku telah dimiliki pria lain, Twako.” Yu Goan terbelalak, kemudian kedua lengannya bergerak ke atas, yang kanan menjambak rambut sendiri, yang kiri menutupi muka.
Tubuhnya gemetar dan suaranya menggetar, “Ahhhh…. maafkan aku, Bwee-moi…. maafkan aku….!”
Siauw Bwee memegang kedua tangan Yu Goan dan menariknya turun. Ia memandang air mata yang menetes-netes turun di wajah yang pucat …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader