BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Nya dan tubuh murid barunya lenyap di balik tumpukan batu-batu yang longsor dari puncak tadi di mana mayat Kam Bersaudara terkubur. Im-yang Seng-cu menarik napas panjang.
Dia merasa senang sekali bahwa sahabatnya telah menjadi murid kakek aneh itu. Dia tidak merasa iri hati, karena dia sendiri tidak mempunyai keinginan menjadi murid siapapun juga.
Bahkan dia telah melepaskan diri dari ikatan Hoa-san-pai. Im-yang Seng-cu adalah seorang yang ingin bebas, tidak mau terikat oleh peraturan.
Tidak mau mencontoh guru yang sudah dicetak untuk murid, ingin hidup bebas lahir batin. Akan tetapi, di dalam hatinya.
Terdapat rasa simpati yang besar terhadap Jai-hwa-sian Suma Hoat, perasaan yang timbul di luar kesadarannya.
Dia merasa kasihan kepada Suma Hoat, maka kini merasa girang bahwa sahabatnya itu menjadi murid seorang pandai.
Dengan hati tegang Im-yang Seng-cu lalu meninggalkan tempat itu, menyusul guru dan murid itu yang ia tahu tentulah mencari Hoat Bhok Lama di sarangnya.
Karena puncak gunung batu karang itu runtuh, perjalanan menuruni tempat itu sukar sekali. Terbentuk puncak-puncak tumpukan batu baru.
Dan goncangan tadi membuat banyak tanah batu merekah menjadi jurang-jurang yang amat curam. Im-yang Seng-cu berjalan hati-hati menuju ke bangunan yang dikelillngl pagar tembok tinggi.
Menjelang senja barulah ia sampai di depan pintu gerbang dan dia merasa heran bukan main menyaksikan keadaan markas Beng-kauw yang amat sunyi itu.
Tidak nampak penjaga di depan pintu dan ketika ia melangkah maju dengan hati-hati karena maklum bahwa markas besar Beng-kauw ini mempunyai banyak alat-alat rahasia dan jebakan berbahaya.
Melongok ke dalam, ia menjadi makin terheran. Biarpun terasa amat sunyi karena tidak ada suara, namun di sebelah dalam benteng itu tampak kesibukan orang-orang.
Im-yang Seng-cu menggerakkan tubuhnya, melesat ke dalam melalui pintu gerbang yang terbuka lebar.
Kini tampaklah olehnya betapa orang-orang itu sibuk mengangkuti mayat – mayat manusia yang malang-melintang di tempat itu termasuk mayat Hoat Bhok Lama dan para pembantunya.
Ketika melihat mayat Hoat Bhok Lama diangkat, Im-yang Seng-cu mendapat kenyataan bahwa mayat itu tidak kelihatan terluka, tidak mengeluarkan darah.
Hanya ada tanda biru di ubun-ubun kepalanya yang gundul. Im-yang Seng-cu bergidik dan teringat suara Bu-tek Lo-jin yang ingin mengetuk satu kali kepala yang gundul itu!
Ketika orang-orang yang bekerja dengan sunyi itu melihat munculnya Im-yang Seng-cu, mereka memandang dengan khawatir.
Bahkan seorang di antara mereka yang agaknya memimpin pekerjaan mengurus mayat – mayat itu, seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, cepat menghampiri Im-yang Seng-cu.
Menjura dengan penuh hormat dan berkata, “Harap Taihiap tidak turun tangan mengganggu kami yang hanya menaati perintah Bu-tek Locianpwe dan Suma Taihiap.”
Im-yang Seng-cu mengangguk-angguk kagum, maklum betapa dalam waktu singkat sahabatnya dan gurunya yang luar biasa itu telah dapat membereskan Beng-kauw.
Membunuh Hoat Bhok Lama dan para pembantunya dan menundukkan anak buahnya. “Apa yang telah terjadi?” tanyanya.
Orang itu memandang tajam, agaknya terheran mendengar ucapan pen …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader