BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sudah ia dengar dari Cia Cen Thok, maka ia lalu duduk di atas dipan bambu di sebelah kakek itu. “Tahukah engkau mengapa kedua kaum yang bercacat itu saling bermusuhan, Nona?”
Siauw Bwee mengangguk. “Permusuhan mereka ditanam oleh kedua orang saudara seperguruan yang bermusuhan dan dalam pertandingan, seorang kehilangan kaki kanan dan yang seorang lagi kehilangan lengan kiri.”
“Benar, dan aku tadinya adalah seorang di antara kaum lengan buntung itu. Akan tetapi, sejak dahulu aku tidak menyetujui permusuhan antara saudara sendiri.
Karena kaum kaki buntung dan kaum lengan buntung sebenarnya adalah saudara-saudara seperguruan.
Apalagi cara mereka menerima murid-murid yang harus dibuntungi kaki atau lengannya seperti kaum mereka, benar-benar merupakan perbuatan yang amat keji.
Aku adalah suheng dari The Bian Le dan aku berusaha membujuk suteku yang menjadi ketua kaum lengan buntung sekarang untuk berdamai dengan pihak kaki buntung.
Pada waktu itu akulah yang menjadi ketua kaum lengan buntung. Usul itu diterima dengan penuh kemarahan dan mereka memberontak.
Aku yang menjadi ketua mereka malah mereka anggap pengkhianat sumpah leluhur dan aku dikeroyok, kemudian kaki kananku mereka buntungkan dan aku diusir dengan kata-kata menghina.
Bahwa aku berpihak kepada kaum kaki buntung, maka kaki kananku dibuntungi dan aku diusir.”
Kakek itu menundukkan mukanya dan menarik napas panjang, Siauw Bwee mengepal tangannya dan berkata, “Betapa kejamnya!” Kakek itu menggeleng kepala.
“Mereka patut dikasihani, Nona. Aku tidak menyesal karena kakiku dibuntungi sebelah, melainkan menyesal bahwa usahaku itu gagal sama sekali. Aku lalu pergi ke tempat kaum kaki buntung.
Biarpun kaki kananku sudah buntung seperti lengan kiriku, aku tidak putus harapan dan berusaha menghubungi Liong Ki Bok, ketua mereka yang sebenarnya kalau diperhitungkan malah suteku sendiri pula.
Akan tetapi, karena tadinya aku adalah ketua kaum lengan buntung, aku dicurigai dan malah di sana aku dikeroyok dan kaki kiriku dibuntungi pula.”
“Ahhh….! Biadab! Jahat benar mereka itu!”
Kembali kakek itu menggeleng kepala. “Mereka, kedua pihak telah dibikin mabok oleh dendam permusuhan. Akulah orangnya yang patut disesalkan karena berusaha mendamaikan mereka.
Akan tetapi aku malah tetap penasaran dan aku takkan dapat mati dengan meram kalau belum berhasil mendamaikan mereka.”
Kakek itu kelihatan berduka sekali dan diam-diam Siauw Bwee merasa terharu dan kasihan, juga kagum menyaksikan iktikad baik yang tak kunjung padam dari hati kakek yang tubuhnya sudah cacad seperti itu.
“Apa hubungannya semua itu dengan aku, Locianpwe? Kalau engkau sendiri yang tadinya adalah ketua kaum lengan buntung sama sekali tidak dapat mendamaikan mereka bahkan dianggap pengkhianat, bagalmana aku akan dapat mengusahakannya?”
“Dengan jalan lain pasti dapat, Khu-lihiap. Akan tetapi dengarlah dulu ceritaku. Aku terasing di antara mereka kedua pihak dan aku, dengan tekad untuk tetap hidup dan terus berusaha mendamaikan mereka…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader