BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Nama saya Khu Siauw Bwee, Locianpwe.” “Ha-ha-ha, jangan menyebut locianpwe. Kepandaianmu lebih hebat daripada sedikit ilmu yang kumiliki.
“Sungguh sukar dipercaya bahwa seorang dara semuda engkau telah memiliki sin-kang yang sedemikian hebat. Siapakah gurumu?” kaki yang bisa berjalan tanpa kaki ini bertanya.
Siauw Bwee sudah mendapat pesan suhengnya bahwa mereka bertiga tidak boleh menyebut-nyebut nama Bu Kek Siansu, sesuai dengan pesan kakek manusia dewa itu. Maka dia menjawab menyimpang,
“Guruku tidak boleh disebut namanya, aku hanya belajar dari suhengku yang bernama Kam Han Ki. Locianpwe jangan terlalu memuji dan membuatku menjadi bangga dan sombong.”
Kembali kakek itu tertawa. “Engkau benar-benar masih bocah. Eh, Nona yang baik, engkau selain lihai juga rendah hati, dan hatimu amat baik penuh budi dan welas asih.”
Engkau belum mengenal aku akan tetapi engkau berani mempertaruhkan nyawa untuk membelaku mati-matian.”
Siauw Bwee tertawa manis dan dia berkata,
“Aihhh, Locianpwe membikin aku merasa malu saja. Aku tidaklah sebaik yang Locianpwe katakan. Tentu saja aku membela mati-matian kepada Locianpwe yang telah menolongku kemarin.”
Mata kakek itu terbelalak. “Menolongmu? Apa maksudmu, Nona?”
“Waah, Locianpwe pandai berpura-pura lagi. Siapakah yang kemarin menggunakan Ilmu Coan-im-jip-bit menyelamatkan aku dari serangan burung-buruhg gila?
“Kalau tidak ada pertolongan Locianpwe, agaknya aku akan mati di tengah rawa!” “Ah, engkaukah orangnya? Aku tidak mengenal siapa orangnya karena dari jauh.”
“Aku kebetulan berjalan-jalan di dekat rawa dan melihat orang dikeroyok burung elang. Kiranya engkaukah orangnya?”
Hati Siauw Bwee menjadi geli. Orang tidak mempunyai sebuah kaki pun, bagaimana bisa berjalan-jalan? Ingin dia menyaksikan bagaimana orang tak berkaki bisa berjalan.
“Akulah orangnya, Locianpwe. Dan aku mengucapkan banyak terima kasih atas pertolonganmu itu,” Siauw Bwee menjura dengan hormat.
Kakek itu tertawa bergelak dan sejenak wajahnya yang muram itu berseri gembira. “Wah, pengakuanmu ini meningkatkan pandanganku terhadap dirimu, Nona.
Di samping segala kebaikanmu, engkau jujur dan ingat budi pula! Engkaulah orangnya. Ya, engkaulah orangnya yang akan dapat menolong kedua kaum yang saling bermusuhan.
Sehingga setiap tahun mengorbankan banyak nyawa manusia tidak berdosa. Aku mohon kepada-mu, Nona, sukakah engkau mewakili aku menyelamatkan mereka!”
Siauw Bwee mengerutkan alisnya. Sikap kakek itu benar-benar patut dikasihani. Dalam keadaan seperti itu masih mementingkan keselamatan orang lain.
Keselamatan kaum buntung kaki dan buntung lengan yang memperlakukannya dengan buruk.
“Apakah maksudmu, Locianpwe? Mereka itu saling bermusuhan dan kedua pihak amat lihai. Bagaimana aku dapat mencampuri dan betapa mungkin aku dapat menolong dua pihak yang saling bermusuhan?”
“Duduklah, Nona, dan dengarkan ceritaku.” Siauw Bwee memang tertarik sekali akan permusuhan kedua kaum yang cacat itu, yang sebagian…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader