BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Hok Sun yang sesungguhnya tidak mempunyai kesalahan apa-apa.” “Tidak mempunyai kesalahan? Hemm…. hal itu harus diputuskan kelak setelah hari pertandingan.
Kalau kelak ternyata diakui oleh pihak Si Lengan Buntung bahwa dia bukan mata-mata mereka, kami pun tidak akan mengganggu orang yang tidak berdosa.
Akan tetapi, selama ini, sampai hari pertandingan tiba di mana persoalan dibikin terang, dia akan menjadi tawanan kami. Juga engkau, Nona.”
Siauw Bwee mengerutkan alisnya, “Apa? Menjadi tawanan selama tiga bulan?”
“Terpaksa, begitulah. Sekarang kami belum dapat mengetahui apakah dia dan engkau pembantu mereka atau bukan.
Dia sudah kami tawan dan tak seorang pun dapat membebaskannya. Engkau pun sebaiknya menyerah menjadi tawanan kami.”
“Eh, nanti dulu! Liong-locianpwe, aku tidak mempunyai permusuhan dengan kaum kaki buntung, juga tidak mengenal siapa adanya kaum lengan buntung.
Aku hanya minta kau membebaskan orang yang tidak bersalah, dan kalau engkau hendak menawanku, hemmm…. kurasa tidak akan begitu mudah.”
Terdengar seruan-seruan marah dari semua kaum kaki buntung, dan sepasang mata kakek itu mengeluarkan sinar tajam,
“Engkau siapa, Nona? Apakah engkau juga murid Go-bi-san seperti orang she Liem itu? Dan dari aliran manakah engkau?
Kami tidak ingin bermusuhan dengan partai lain, akan tetapi kami harus berhati-hati terhadap para pembantu kaum lengan buntung.”
“Aku bukan dari aliran atau partai apa pun, namaku Khu Siauw Bwee.” “Bagus! Kalau begitu, harap kau suka menyerah saja menjadi tawanan kami, Nona.
Aku sungguh merasa tidak enak kalau harus menggunakan kekerasan terhadap seorang gadis muda.”
“Orang she Liong, kau terlalu sombong, tidak pantas dihormati! Kalau aku tidak mau menyerah, hendak kulihat engkau dapat berbuat apakah?”
“Suhu, biarkan teecu menawannya!” kata seorang wanita yang usianya sudah lima puluhan tahun dan agaknya dia adalah murid kepala.
Kakek itu mengangguk dan berkata, “Hati-hatilah, jangan sampai membuat dia menderita luka parah. Dia hanya seorang bocah yang masih amat muda.”
Nenek itu mengangguk, kemudian tiba-tiba tubuhnya sudah berkelebat dan berdiri di depan Siauw Bwee.
“Nona, kami tidak biasa menghina yang muda, maka sebaiknya engkau dapat menerima peraturan kami dan menyerahlah.
Biarpun engkau menjadi tawanan, engkau akan kami perlakukan dengan baik, sebaliknya, hendaknya kauketahui bahwa entah sudah beberapa ratus orang tewas di tangan kami.”
Panas rasa hati Siauw Bwee. Jelas bahwa mereka, Si Ketua dan murid kepalanya ini, amat memandang rendah kepadanya. Ia tersenyum lebar dan menjawab,
“Bagus sekali kalau kalian mempunyai pikiran tidak ingin menghina yang muda. Akan tetapi sebaliknya aku pun sama sekali tidak ingin menghina kaum tua, apalagi yang bercacat.
Maka sebaiknya kalau engkau membebaskan Si Kasar itu dan aku akan pergi dari sini agar hatiku tidak menjadi tak enak membikin repot orang-orang tua yang cacat saja.”
“Bocah sombong!” Nenek itu berteriak dan tahu-tahu tangan kirinya….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader