BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Hosiang-locianpwe yang terhormat. Akan tetapi, justeru sikap diam tidak mencampuri dan tidak memusuhi siapa-siapa itulah yang menjadi sebab ancaman yang akan dilakukan orang malam nanti.”
Mulailah hwesio itu tertarik. “Siapakah yang akan melakukan hal yang keji itu, Sicu? Dan kenapa?”
“Aku tidak tahu mereka itu siapa, akan tetapi yang jelas, mereka itu akan menyerbu dan membasmi kuil ini dengan menyamar sebagai tokoh Hoa-san-pai dan perwira-perwira Kerajaan Sung.”
Dengan singkat namun jelas Im-yang Seng-cu lalu menceritakan tentang lima orang yang ia lihat dan dengar percakapan mereka di dalam restoran pagi hari itu.
Gin Sim Hwesio adalah murid Siauw-lim-pai yang lebih condong dengan sikap suhengnya di pusat, yaitu Ceng San Hwesio yang bersikap keras terhadap orang-orang yang memusuhi Siauw-lim-pai.
Tidak seperti sikap Kian Ti Hosiang. Mendengar penuturan Im-yang Seng-cu, ia mengerutkan alisnya kemudian bangkit berdiri dan menjura kepada tamunya.
“Banyak terima kasih akan peringatan Sicu. Pinceng tidak percaya bahwa ada orang-orang yang berniat begitu jahat terhadap kuil ini, dan andaikata benar demikian, pinceng dan murid-murid akan sanggup menghadapi mereka. Selamat jalan, Sicu.”
Im-yang Seng-cu membelalakkan mata, “Losuhu, aku akan membantumu!”
“Tidak baik kalau pihak luar mencampuri, kami sanggup membela diri dan kami tidak ingin menarik orang luar sehingga permusuhan akan berlarut-larut. Selamat jalan, Sicu!”
Im-yang Seng-cu hampir tidak dapat percaya. Dia diusir halus-halusan! Dengan hati mengkal Im-yang Seng-cu bangkit berdiri, menampar kepalanya sendiri dan mengomel.
“Dasar si bodoh yang ingin mencampuri urusan orang-orang besar! Benar sekali pandangan Si Jai-hwa-sian! “Selamat tinggal, Losuhu!” Ia membalikkan tubuhnya hendak pergi.
“Tunggu dulu, Sicu. Hendaknya jangan salah paham. Pinceng berterima kasih sekali, akan tetapi kalau pinceng menerima bantuan Sicu.
Bukankah hal ini berarti pinceng perluas permusuhan dengan orang-orang yang belum kita ketahui dari golongan mana datangnya?
Pinceng kira, kalau pinceng sudah berhadapan dengan mereka, pinceng dapat membujuk mereka agar tidak melanjutkan niat jahat mereka sehingga perdamaian dapat dijaga dan dipertahankan.”
Akan tetapi, Im-yang Seng-cu mendengus marah dan pergi meninggalkan kuil itu. Namun hatinya penasaran.
Jiwa kependekarannya mengalahkan rasa jengkelnya dan biarpun penawarannya untuk membantu ditolak mentah-mentah.
Dia masih tetap ingin menjaga dan kalau perlu membantu pendeta-pendeta Siauw-lim-pai yang ia tahu bersih hatinya namun juga amat keras kepalanya itu.
Malam itu sunyi sekali di sekitar kuil. Malam yang gelap, akan tetapi keadaan di dalam dan di luarnya terang karena para hwesio menyalakan lampu penerangan atas perintah Gin Sim Hwesio.
Biarpun hatinya keras dan kepercayaannya terhadap diri sendiri dan para muridnya amat besar, namun ketua kuil itu telah siap sedia dan berlaku hati-hati.
Kuil cabang Siauw-lim-pai di Lo-kiu ini tidak begitu besar dan Gin Sim Hwesio hanya dibantu oleh murid-muridnya, para hwesio muda Siauw-lim-pai…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader