BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Para pemberontak! Tidak kasihankah engkau kepada pendeta-pendeta Siauw-lim-pai yang tidak berdosa dan tidak sayangnya engkau kalau melihat pendirian yang bijaksana itu menjadi berantakan?”
Suma Hoat tertarik sekali. Dia sudah mendengar bahwa di antara para tokoh besar, kedudukan Ketua Siauw-lim-pai, Kian Ti Hosiang, amatlah tinggi dan kesaktiannya dapat disejajarkan dengan paman tuanya.
Menteri Kam Liong. Dia sudah mendengar pula bahwa Menteri Kam telah tewas dikeroyok pasukan kerajaan di bawah pimpinan ayahnya sendiri, hal yang amat menyesalkan hatinya.
“Im-yang Seng-cu, bagaimana engkau bisa tahu bahwa mereka tadi hendak membasmi para hwesio kelenteng Siauw-lim-si ?”
Yang ditanya tertawa, “Biarpun dalam hal ilmu kepandaian aku masih kalah jauh dibandingkan denganmu, akan tetapi agaknya tentang dunia kang-ouw aku lebih tahu.
Mereka bicara tentsng keledai-keledai gundul yang berarti hwesio, dan di kota Lo-kiu ini satu-satunya kelenteng yang memiliki hwesio-hwesio lihai hanyalah kelenteng Siauw-lim-si di sebelah barat kota.
Dan percakapan mereka tadi cocok dengan keadaan pada waktu ini. Sudahlah, kalau memang engkau tidak memiliki kegagahan biar aku sendiri yang akan membela para hwesio Siauw-lim-pai!”
Suma Hoat tersenyum dingin. “Silakan!”
Im-yang Seng-cu menenggak araknya, lalu bangkit berdiri dengan sikap marah.
“Sebaiknya mulai saat ini, julukanmu dirubah menjadi Jai-hwa-kwi (Setan Pemetik Bunga) saja! Selamat tinggal!”
Im-yang Seng-cu lalu meninggalkan Suma Hoat dan pergi dengan cepat, memanggul tongkat dan buntalan pakaiannya.
Tak lama kemudian, Suma Hoat juga meninggalkan restoran itu setelah membayar makanan yang dipesannya tadi.
***
Im-yang Seng-cu yang maklum bahwa seorang diri saja dia akan kurang kuat untuk menghadapi lima orang lihai yang hendak menyerang Siauw-lim-si, maka ia lalu langsung pergi ke kuil itu yang berada di sebelah barat, di ujung kota.
”Saya mohon bertemu dengan Gin Sim Hwesio yang mengepalai kuil ini, katanya kepada penjaga kuil.
Penjaga kuil itu, seorang hwesio muda, memandang Im-yang Seng-cu penuh kecurigaan dan menjawab, “Suhu sedang bersamadhi, tidak boleh diganggu. Kalau Sicu hendak bersembahyang, siauw-ceng dapat melayani Sicu.
Im-yang Seng-cu menjadi tidak sabar menyaksikan pandang mata hwesio muda itu mengandung kecurigaan, maka katanya keras.
“Aku mempunyai urusan penting sekali dengan Gin Sim Hwesio, urusan yang menyangkut persoalan jatuh bangunnya Siauw-lim-si ini, dan juga termasuk urusan mati hidupmu. Harap jangan banyak curiga dan lekas minta Gin Sim Hwesio keluar menemuiku!”
Alis hwesio itu berkerut. Tamu ini biarpun aneh dan tidak bersepatu, usianya hanya sebaya dengan dia, mengapa sikapnya begini angkuh?
“Maaf Sicu,” jawabnya dengan sikap yang sopan namun keras. Urusan jatuh bangunnya Siauw-lim-si adalah tanggung jawab kami sendiri, ada…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader