BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kamar itu mewah dan indah, kamar seorang puteri bangsawan atau hartawan, bersih dan harum semerbak. Dara itu amat cantik, kulit muka dan lengannya putih seperti salju, halus seperti sutera.
Rambutnya terural lepas, hitam dan panjang agak berombak, berbau harum sarl bunga. Pakaian yang dipakalnya, yang sedang dibetulkan letakrrya, juga terbuat dari sutera halus dan mahal.
Di atas meja dekat pembarlngan tampak hiasan-hiasan baju dan hiasan-hlasan- rambut daripada emas dan batu kumala, serba indah, dan mahal.
Mudah diduga bahwa dara berusia delapan belas tahun ini adalah puteri seorang bangsawan atau seorang hartawan.
Adapun pria yang sedang membetulkan pakaian dengan sikap tidak acuh itu adalah seorang laki-laki yang tampan dan sikapnya gagah perkasa, berusia kurang lebih dua puluh lima tahun.
Pakaiannya juga indah dan pesolek sekali sikapnya ketika membetulkan baju dan membereskan rambutnya.
“Aku harus pergi sekarang juga dan engkau tidak boleh ikut, bahkan tidak boleh mengingat aku lagi. Pertemuan kita hanya sekali ini dan untuk terakhir kali, sesudah itu, tidak ada apa-apa lagi di antara kita.”
Dara itu memandang terbelalak, seolah-olah tidak percaya kepada telinganya sendiri. Benarkah ucapan yang tadi penuh rayuan, yang manis dan sedap didengar.
Yang membahagiakan hatinya semalam suntuk, keluar dari mulut laki-laki ini pula yang sekarang bicara dengan sikap demikian dingin?
Ah, tidak mungkin! Dara itu lari ke depan dan menubruk laki-laki itu, merangkul pinggangnya dari belakang dan menjatuhkan diri berlutut.
“Koko…., jangan tinggalkan aku…., ahhh, tidakkah engkau mencintaku? Bukankah tadi telah kaubisikkan kata-kata cinta kepadaku? Mungkinkah orang seperti engkau akan begitu tega meninggalkan aku? Ahh, Koko!”
“Hemm, cinta telah mati di hatiku. Mati karena cinta palsu perempuan-perempuan sepertimu.”
“Koko…., aku…., aku cinta padamu…., uhu-uhu, dengan seluruh jiwa ragaku….?”. Dara itu menangis.
“Engkau? Perempuan? Mencinta dengan seluruh jiwa raga? Ha-ha-ha!” Laki-laki itu tertawa, akan tetapi suara tawanya mengandung kepahitan.
“Koko…., sudah kubuktikan tadi cinta kasihku kepadamu. Bukankah sudah kuberikan kepadamu tubuhku, cintaku, segala-galanya….?”
“HA-ha-ha, itukah buktinya cinta? Seperti semua perempuan yang telah kukenal. Bagimu, bukti cinta adalah penyerahan tubuhmu? Ha-ha-ha, pergilah, dan biarkan aku pergi!
“Tidak….! Tidak….! Koko, jangan tinggalkan aku. Aku cinta padamu, aku mau meninggalkan semua ini, aku mau ikut bersamamu, ke mana pun kau pergi!”
Tiba-tiba laki-laki itu menggerakkan kakinya ke belakang dan tubuh dara itu terlempar ke atas pembaringan.
Dia terbanting ringan dan gerakan laki-laki itu cukup menjadi bukti akan kelihaiannya. Si Dara terbanting telentang di atas pembaringan dan menangis terisak-isak memandang laki-laki itu yang perlahan menoleh sambil berkata,
“Tidak ada cinta lagi bagiku! Aku tidak percaya akan cinta. Yang ada hanyalah nafsu, kebutuhan tubuh.
Yang kauberikan kepadaku tadi juga nafsu! Kita saling berjumpa, saling memberi dan meminta untuk mereguk…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader