BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kanak-kanak, menuruni tebing membawa obor sampai ke bawah tebing. Dia lalu lepaskan ikatan perahunya, mengajak kedua orang Sumoinya memasuki perahu, kemudian ia menjura kepada mereka semua dan berkata kepada kakek botak.
“Kalian ketahuilah bahwa menurut buku catatan di guha yang kubaca, kalian adalah keturunan dari dua belas orang pengungsi yang menyelamatkan diri dari Pulau Es di waktu pulau itu dilanda badai taufan.
Kalian adalah keturunan rakyat dari raja muda di Pulau Es yang keluarganya terbasmi dalam badai. Akan tetapi, ada seorang keturunan keluarga raja yang selamat.
Yaitu yang kini dikenal sebagai manusia dewa yang sakti Bu Kek Siansu, yaitu guru kami. Nah kalian tahu bahwa aku tidak berniat buruk ketika menyelidik ke dalam guha.
Adapun sepasang manusia dampit itu, kasihan kalau diasingkan di tempat itu. Mereka sampai menjadi takut dan silau oleh sinar terang.
Kepandaian mereka itu hebat sekali, kalau mereka kalian biarkan keluar, tenaga mereka akan amat berguna bagi kalian. Nah, selamat tinggal!”
Dengan hati-hati Han Ki mendayung perahunya, akan tetapi tidak terus ke tengah lautan karena malam amat gelap.
Dia menanti sempai orang-orang itu pergi meninggalkan pantai, obor-obor di tangan mereka membentuk pemandangan yang aneh, sinar panjang yang bergerak mendaki tebing seperti seekor ular merayap naik.
Setelah sinar-sinar obor itu lenyap, Han Ki kembali mendekatkan perahu ke pantai dan ia melewatkan malam itu di atas perahu di pinggir pantai.
Baru setelah fajar menyingsing di ufuk timur, ia mendayung perahunya menuju ke arah matahari yang mulai muncul di permukaan air.
Dua orang gadis cilik itu mendengarkan penuturan Han Ki dengan hati tertarik. Apalagi ketika mendengar bahwa suhu mereka adalah keturunan keluarga raja di Pulau Es, hati mereka menjadi besar dan bangga.
Baru para pengikut kerajaan itu saja mempunyai keturunan yang demikian hebat kepandaiannya seperti penghuni Pulau Nelayan, apalagi raja itu sendiri yang menjadi nenek moyang suhu mereka!
Dan Pulau Es itu tentu indah sekali. Ingin sekali mereka segera sampai di tempat yang dituju.
Setelah memasang layar pada perahu kecil dan berlayar selama setengah hari, melewati sekumpulan pulau kecil.
Akhirnya mereka melihat sebuah pulau yang berwarna putih dan dari jarak jauh tampak samar-samar puncak sebuah bangunan di tengah pulau itu.
“Tak salah lagi, itulah Pulau Es!” Han Ki berseru sambil menunjuk ke depan.
Maya dan Siauw Bwee melindungi mata dengan tangan, meneropong ke depan dengan hati berdebar tegang. Memang dari jauh sudah tampak lain daripada pulau-pulau lain.
Pulau ini berwarna putih dan cemerlang tertimpa sinar matahari, seolah-olah merupakan sebuah pulau perak!
Dan ujung bangunan itu kalau tidak lebih dulu mendengar bahwa di tengah pulau terdapat sebuah istana tentu disangka puncak sebuah bukit karang.
“Apakah ada yang tinggal di sana, Suheng?” tanya Maya.
“Jangan-jangan kita telah didahului orang lain,” kata pula Siauw Bwee penuh keraguan.
“Tidak mungkin,” jawab Han Ki. “Kalau demikian halnya tidak mungkin….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader