BEBASBARU.ID, DAERAH – Darimana manakah aslinya suku Rohingya ini? Kenapa mereka malah di usir di Myanmar dan tak di akui Bangladesh?
Menilik wajah mereka, Etnis Rohingya ini lebih mirip bangsa Bangladesh atau India, karena tekstur wajah dan warna kulit mereka.
Kenapa mereka sampai terdampar di Myanmar, tapi malah tak di akui di negara mayoritas penganut agama Budha tersebut?
Para sejarawan meneliti bahwa etnis Rohingya telah berada di Myanmar sejak abad ke-12.
“Rohingya telah tinggal di Arakan sejak dahulu kala,” ungkap Organisasi Nasional Rohingya.
Selama lebih dari 100 tahun masa pemerintahan Inggris (1824-1948), terjadi migrasi pekerja secara masal ke wilayah Myanmar dari India dan Bangladesh, dilansir dari Al Jazeera. Migrasi ini dianggap negatif oleh mayoritas penduduk asli.
Setelah Myanmar berhasil mendapat kemerdekaan, migrasi yang terjadi pada masa pemerintahan Inggris dinilai ilegal, sehingga mereka menolak kewarganegaraan Rohingya.
Hal ini menyebabkan banyak umat Buddha menganggap Rohingya sebagai orang Bengali dan menolak penyebutan istilah Rohingya atas dasar politik.
Tidak lama setelah diresmikannya kemerdekaan Myanmar pada 1948, disahkan Undang-Undang Kewarganegaraan Uni.
Undang-undang ini mengatur etnis mana yang bisa mendapatkan kewarganegaraan. Etnis Rohingya tidak tercantum dalam undang-undang ini.
Tetapi pemerintah mengizinkan warga Rohingya tinggal di Myanmar selama dua generasi untuk mengajukan identitas.
Tak Diakui Myanmar dan Bangladesh
Rohingya pada mulanya diberi identifikasi dan kewarganegaraan berdasarkan ketentuan generasi. Bahkan beberapa warga Rohingya bertugas di parlemen.
Kudeta militer pada 1962 di Myanmar menciptakan berbagai perubahan dramatis bagi penduduk Rohingya.
Semua warga diwajibkan untuk mendapatkan kartu registrasi nasional, tetapi warga Rohingya hanya diberikan kartu identitas asing.

Penetapan Undang-Undang Kewarganegaraan baru kembali tidak memasukkan Rohingya sebagai etnis resmi.
Undang-undang tersebut membagi kewarganegaraan menjadi tiga tingkatan. Persyaratan dasarnya adalah memiliki dokumen bukti lahir di Myanmar sebelum 1948 dan fasih dalam salah satu bahasa nasional.
Ketidakmampuan warga Rohingya untuk memenuhi persyaratan tersebut semakin menyulitkan mereka.
Mereka merasakan pembatasan dalam hak belajar, bekerja, bepergian, beragama, dan mengakses layanan kesehatan.
Masyarakat Rohingya mengalami kekerasan, diskriminasi, dan penganiayaan selama beberapa dekade.
Sejak tahun 1970-an, sejumlah tindakan keras terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine telah memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke negara tetangga Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Eksodus terbesar yang menimpa mereka terjadi pada 2017 dengan gelombang kekerasan besar-besaran terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Seluruh desa dibakar habis, ribuan keluarga terbunuh atau terpisah dan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran terjadi.
Human Right Watch (HRW) melaporkan bahwa Myanmar beberapa kali melakukan kampanye pembersihan etnis Rohingya.
Saat ini, lebih dari 930.000 pengungsi Rohingya berada di Bangladesh, terutama kamp pengungsi Kutupalong dan Nayapara di wilayah Cox’s Bazar Bangladesh.
Populasi pengungsi saat ini berjumlah sepertiga dari total populasi di wilayah Cox’s Bazar.
Pada bulan Mei 2023, Topan Mocha melanda Bangladesh dan Myanmar. Bencana Topan ini merusak berbagai infrastruktur publik. Salah satu yang terdampak parah adalah pengungsi Rohingya berjumlah 930.000 jiwa.***