BEBASBARU.ID, POLITIK – Ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden telah di hapus Mahkamah Konstistusi (MK), namun Capres dan Cawapres tak bisa maju lewat jalur independen.
Artinya, siapapun kelak yang akan maju sebagai paslon Capres-Cawapres, tetap harus gunakan jalur parpol yang lolos ikut pemilu Tahun 2029 yang akan datang.
Tentu saja ini berpotensi bakal banyak paslon Capres dan Cawapres yang kelak di daftarkan parpol politik ke KPU kelak.
Dikutip BEBASBARU.ID dari Liputan6.com Kamis (02/01/2025), Hakim Konstitusi Saldi Isra memastikan cara mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tetap harus menggunakan partai politik, tak bisa independen.
Sebab, aturan yang mengatur soal persyaratan tidak bertentangan dengan syarat-syarat yang sudah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Dalam hal ini, ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
“Secara expressis verbis menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebelum pelaksanaan pemilian umum.”
“Artinya, sepanjang partai politik sudah dinyatakan sebagai peserta pemilihan umum pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung, partai politik dimaksud memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” Saldi menandaskan.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
MK berpendapat, jelas Suhartoyo, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut MK, kata dia, Pasal 222 yang mengatur terkait persyaratan ambang batas pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.
Sebelumnya, Pegiat Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini menyampaikan permohonan terkait pengujian ambang batas pencalonan presiden (Pasal 222 UU 7/2017) Perkara No.101/PUU-XXII/2024 merupakan perjuangan panjang setelah dua permohonan sebelumnya ditolak MK.
Dia berharap semoga putusan atas permohonan kali ini menjadi sejarah baik akan tercipta di awal tahun 2025.***