BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Maya makan dengan lahap dan nikmatnya sehingga perutnya menjadi penuh dan dia tertidur di tempat makan itu.
Demikianlah, puteri Raja Khitan yang biasanya hidup penuh kemuliaan dan kemewahan itu kini diterima menjadi anggauta keluarga atau teman segerombolan manusia liar yang belum mengenal peradaban!
Mereka merupakan sekumpulan anak-anak yang sudah tua, karena hanya tubuhnya saja yang sudah dewasa dan tua, namun watak dan jalan pikiran mereka masih seperti kanak-kanak di bawah sepuluh tahun!
Maya terpaksa tinggal bersama mereka karena di tempat itulah yang ia anggap paling aman, karena dia masih khawatir kalau-kalau dua orang manusia iblis India itu masih mencarinya.
Selama beberapa hari tinggal dan bermain-main dengan mereka, Maya memperhatikan mereka itu dan mendapat kenyataan bahwa mereka itu rata-rata.
Dari yang kecil sampai yang tua sekali, memilikl keringanan tubuh dan kecepatan gerak yang amat luar biasa, tidak lumrah manusia biasa.
Akan tetapi, biarpun tenaga mereka kuat-kuat berkat cara hidup yang liar itu, namun mereka tidak pandai ilmu silat!
Dia benar-benar merasa heran sekali dan pada suatu pagi, ketika anak-anak berloncatan mengambil buah-buah yang tergantung tinggi di pohon. Padahal tak satu pun yang paham ilmu silat.
Dengan cara meloncat dan menyambar buah-buah itu dengan tangan, ia bertanya kepada seorang anak-anak, anak perempuan yang sebaya dengannya.
“Dari mana kalian mempelajari gerakan yang demikian ringan dan cepat?” Mula-mula anak perempuan itu tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Maya.
Akan tetapi ketika Maya mengajaknya meloncat-loncat dan ternyata loncatan Maya jauh kalah tinggi, anak perempuan itu kelihatan takut-takut.
Maya mendesak dan anak yang tak bisa silat itu menoleh ke kanan kiri, kemudian menggandeng tangan Maya dan ditariknya Maya lari pergi dari dalam perut gunung.
“Eh-eh, perlahan dulu…. wah, bisa jatuh aku….!” Maya terengah-engah karena temannya itu berlari cepat sekali melalui terowongan yang amat curam.
Tebing yang berada di punggung guha itu dan yang agaknya tidak bisa didatangi manusia kecuali dari jalan terowongan dalam tubuh gunung itu. “Makan itu!”
Anak itu berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah sebatang pohon yang tumbuh di lereng tebing yang curam tadi.
Setelah berkata demikian, anak itu lari meninggalkan Maya sambil berkata, “Aku takut! Takut!” dan sebentar saja dia sudah lenyap, lari pergi melalui terowongan tadi, agaknya hendak kembali.
Jantung Maya berdebar tegang. Takut apakah? Apa ada bahaya di situ? Ia memandang dan ternyata sunyi saja di situ, sunyi yang aneh sekali karena agaknya tidak terdapat mahluk hidup di tebing itu.
Bahkan tidak tampak burung terbang seekor pun. Tempat apakah ini?Ia memandang ke arah pohon yang ditunjuk oleh anak tadi.
Pohon apakah itu? Daunnya lebat hijau kebiruan, batangnya tinggi sekali seperti pohon raksasa. Disuruh makan itu? Apa maksudnya anak tadi? Apanya yang dimakan? Maya termenung dan memutar otaknya.
Berusaha menyelami kata-kata dan pikiran anak yang ia tahu amat sederhana jalan pikirannya itu. Tadi ia bertanya tentang gin-kang mereka.
Kemudian anak itu kelihatan takut-takut, menoleh ke sana-sini. Hal ini tentu berarti bahwa anak itu….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader