BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Kita sudah memasuki daerah Khitan, perang terjadi di mana-mana. Jangan kalian terlalu jauh terpisah dari kami!” Mutiara Hitam menegur kedua orang muridnya.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan memasuki daerah Khitan dan dapat dibayangkan betapa sedih hati Mutiara Hitam menyaksikan keadaan Khitan yang rusak.
Apalagi ketika ia mendengar bahwa Kerajaan Khitan sudah hancur, dan terutama sekali ketika mendengar bahwa Raja dan Ratu Khitan telah gugur dalam perang.
Mutiara Hitam tak dapat menahan kesedihannya dan lari ke tempat sunyi untuk menangis! Dua orang muridnya hendak lari menyusul namun mereka ditahan oleh suhu mereka yang maklum bahwa pada saat seperti itu.
Isterinya tidak mau diganggu oleh siapapun juga. Pula, merupakan pantangan bagi isterinya untuk terlihat orang lain bahwa dia menangis.
Setelah beberapa lama membiarkan isterinya menangis di tempat sunyi seorang diri dan memesan kedua orang muridnya agar jangan pergi dari situ, Tang Hauw Lam lalu menghampiri isterinya, perlahan-lahan ia duduk di dekat isterinya yang masih sesenggukan, lalu berkata halus.
“Kwi Lan, hentikanlah tangismu. Menurut kepercayaan lama, roh-roh orang yang meninggal akan menjadi gelisah kalau ditangisi oleh keluarga dekat yang dicintanya!
Raja Talibu dan isterinya gugur sebagai raja dan ratu yang gagah perkasa. Lupakah kau akan cerita orang-orang Khitan tadi itu?
Mereka tewas dengan senjata di tangan, mempertahankan kerajaan dengan titik darah terakhir! Betapa hebat dan perkasa kakak kembarmu itu!
Aku benar-benar kagum bukan main dan aku pun ingin sekali kelak dapat mengakhiri hidup seperti itu! Roh mereka itu tentu mendapat tempat yang layak bagi orang-orang gagah seperti mereka, apakah kini engkau hendak mengusik dan membikin gelisah mereka dengan tangismu?”
Mendengar ucapan suaminya ini, Mutiara Hitam menghentikan tangisnya. Akan tetapi ketika menoleh memandang wajah suaminya yang biasanya berseri itu kini muram pandang mata yang biasanya berseri itu kini sayu dan penuh iba kepadanya.
Dia terisak dan menjatuhkan diri di atas dada suaminya sambil menangis lagi. Tang Hauw Lam memeluk tubuh isterinya, mengelus-elus rambutnya dan menepuk-nepuk pundaknya.
“Hemm, tenanglah…. tenang, isteriku. Lihat…. kau membikin aku ikut menitikkan air mata! Ah, betapa memalukan kalau pendekar yang berjuluk Pek-kong-to berubah menjadi seorang laki-laki cengeng!”
Mutiara Hitam menghentikan tangisnya, berpegang tangan dengan suaminya seolah-olah dalam keadaan hati menderita itu dia minta bantuan kekuatan suaminya, kemudian sambil merenung jauh ia mengepal tinju kiri dan berkata.
“Aku harus membalaskan kematian mereka! Si keparat bangsa Yucen!” “Wah-wah-wah, sabarkan hatimu, isteriku dan pergunakanlah akal budl dan pertimbangan pikiranmu, jangan dikeruhkan oleh nafsu mendendam.
Kakakmu dan isterinya gugur dalam perang, tentu saja tidak dapat diketahui siapa yang menewaskan mereka.
Gugur dalam perang berbeda dengan dibunuh perorangan, maka tidak mungkin bicara tentang sakit hati dan balas dendam.
Apakah kita harus memusuhi seluruh bangsa Yucen dan berusaha membunuhi mereka? Betapa piciknya kalau….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader