BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Untung dia dapat menahan kemarahannya dengan pendapat bahwa pemuda ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan perbuatan Suma Kiat.
Buktinya, pemuda ini tidak mengenalnya dan agaknya tidak tahu menahu tentang perbuatan jahat ayahnya yang telah mengakibatkan kematian Khu Tek San dan Menteri Kam Liong.
Betapapun juga, sukar baginya untuk dapat duduk semeja lagi dengan putera musuh besarnya, maka ia lalu bangkit dan berkata,
“Supek, aku ingin mengaso dulu. Besok pagi-pagi kita melanjutkan perjalanan.” Kepada Suma Hoat dia hanya menjura tanpa memandang wajahnya.
Kemudian meninggalkan mereka dan pergi memasuki kamarnya di mana dia duduk dan mengatur pernapasan untuk menekan hatinya yang menggelora karena marah.
Dia dapat menyabarkan hatinya ketika mengingat betapa Suma Hoat adalah seorang laki-laki yang baik, tidak seperti ayahnya.
Dia tidak akan mencontoh sucinya, yang membawa-bawa dendam kepada seluruh keluarga, bahkan bangsa!
Tidak, dendamnya hanya tertuju kepada Suma Kiat, dia tidak akan memusuhi Suma Hoat yang sedikit banyak telah menarik hatinya.
Suma Hoat merasa heran akan sikap gadis itu, akan tetapi dia tidak menduga sama sekali akan isi hati Siauw Bwee.
Dia melanjutkan bercakap-cakap dengan suhengnya, dan di pihak Coa Leng Bu, dia sama sekali tidak mengenal siapa adanya sutenya ini.
Puluhan tahun dia menyembunyikan diri, mengasingkan diri dan tidak pernah tahu akan keadaan dunia ramai.
Tentu saja dia tidak tahu akan sepak terjang Suma Kiat, bahkan dia tidak tahu bahwa sutenya ini adalah Jai-hwa-sian, karena nama Jai-hwa-sian pun belum pernah didengarnya.
Dia hanya merasa kagum kepada sutenya yang selain memiliki kepandaian lebih tinggi daripadanya, juga ternyata putera seorang Panglima Sung!
Dia malah merasa malu sendiri bahwa tadi dia telah menegur sutenya, siapa kira sutenya adalah putera panglima yang tentu saja lebih tahu akan keadaan negara.
Karena Suma Hoat juga hendak melanjutkan perjalanan besok, maka pemuda ini menyewa kamar di rumah penginapan yang didiami Leng Bu dan Siauw Bwee.
Melihat Siauw Bwee tidak pernah keluar lagi dari kamarnya, Suma Hoat juga siang-siang sudah memasuki kamar, berusaha melupakan Siauw Bwee namun tak berhasil.
Makin dilupa, wajah gadis itu makin jelas kelihatan di depan mata. Setiap gerak-gerik gadis itu, lirikan mata, gerak bibirnya, kalau bicara, kejapan matanya, senyum dikulum, aihh, dia benar tergila-gila!
Harus kunyatakan sekarang, pikirnya. Tidak akan ada kesempatan, lagi. Berhasil atau gagal, sekarang, malam ini!
Malam ini amat sunyi. Suara penduduk kota kecil yang biasanya memecahkan kesunyian, malam itu tidak terdengar lagi.
Dan sudah beberapa malam yang lalu, semenjak pasukan-pasukan Mancu menyerbu ke selatan, kota kecil ini menjadi sunyi sekali di waktu malam.
Sebagian besar penduduknya sudah mengungsi ke selatan, mencari tempat yang jauh dari kemungkinan dilanda perang, dan sebagian kecil yang tertinggal.
Sore-sore sudah masuk tidur, tidur yang tidak pulas karena sedikit suara saja cukup membuat mereka terbangun dan bersiap-siap melarikan diri jika ada bahaya perang mengancam……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader