BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sekali dan air mata mengalir turun ke atas kedua pipinya. Juga bangsawan Thio dan adiknya termangu-mangu, terharu menyaksikan kelakuan Suma Hoat.
Kam Liong merasa tidak enak hatinya, dan ia melangkah mundur, tak tahu harus berbuat apa. Suma Hoat siuman kembali, lalu menangis mengguguk, dan menciumi bibir itu, merintih-rintih dan memohon supaya kekasihnya suka bicara.
Suka membuka mata, diciumnya mata dan bibir itu sampai akhirnya ia yakin bahwa bibir itu tidak membalas ciumannya, mata itu tidak lagi memandang mesra melainkan terus terpejam.
“Kim Hwa, engkau mati! Engkau membunuh diri…. tidak! Engkau dibunuh” Tiba-tiba Suma Hoat membalikkan tubuh dan memandang kepada tiga orang itu dengan mata liar.
Agaknya baru sekarang ia melihat kehadiran Bangsawan Thio dan adiknya, dan ayah Kim Hwa. Kemarahannya meluap.
“Kim Hwa, engkau dibunuh! Mereka inilah yang membunuhmu! Aku akan membalas kematianmu, Kim Hwa kekasihku. Aku akan membalas dendam!”
Tiba-tiba ia menerjang maju, kedua tangannya bergerak memukul dengan pukulan maut yang amat kuat ke arah Bangsawan Thio adiknya.
“Bressss!” Tubuh Suma Hoat terlempar ke belakang dan roboh terguling. Pukulan kedua tangannya tertangkis oleh dengan Menteri Kam Liong yang kini melangkah maju dengan pandang mata bengis.
Suma Hoat terkejut bukan main, cepat menggulingkan tubuhnya di lantai meloncat bangun, siap menerjang lawan yang tangguh itu!
Akan tetapi ketika ia melihat bahwa lawannya itu adalah Menteri Kam Liong, seketika lemas kedua kakinya. Ia memandang pekhunya, air matanya bercucuran dan lututnya menjadi lemas sehingga ia jatuh berlutut, mulutnya berkata serak.
“Pek-hu, harap bunuh saja saya yang celaka ini….” Menteri Kam Liong melangkah maju, tangannya mencengkeram pundak Suma Hoat dan sekali menarik, tubuh Suma Hoat sudah berdiri lagi.
“Laki-laki macam apa engkau ini? Beginikah sikap seorang gagah perkasa? Lemah melebihi wanita! Cengeng dan sesat!” Suma Hoat masih menangis, menengok ke arah pembaringan dan tangisnya makin mengguguk.
“Pek-hu….” Ia terengah-engah.”….lebih baik saya mati…. saya… mencinta Kim hwa…. mengapa Pek-hu melarang? Mengapa semua orang melarang?
Aku dan dia sudah saling mencintai Tuhan pun tidak melarangnya! Mengapa kalian mengganggu kami….? Huhu-huuukkkk!”
Suma Hoat menangis seperti anak kecil, menunduk di depan uwanya. Kam Liong mengeraskan hatinya dan menggerakkan tangan kiri menampar.
“Plakk!” pipi kanan Suma Hoat ditatapnya sehingga pemuda itu terkejut sekali, membelalakkan mata penuh penasaran.
Lega hati Kam Liong karena memang itulah yang dikehendakinya, agar bangkit kembali semangat pemuda ini.
“Dengar kau, Suma Hoat! Seorang laki-laki sejati lebih mementingkan kebenaran daripada nyawa dan apapun juga di dunia ini! Apa artinya cinta kalau melanggar kebenaran?
Bencana yang menimpa ini adalah gara-gara kelemahan hatimu! Bukan mereka yang menyebabkan kema tian nona ini, melainkan engkaulah!
Engkau yang membunuhnya dengan perbuatanmu. Mengerti?” Pemuda itu terbelalak memandang pek-hunya, penuh penasaran.
“Akan tetapi, Pek-hu! Dia mencintaiku,….” kami saling mencinta dan bersumpah untuk….” “Diam! Tidak mungkin cinta tumbuh tanpa tanggapan kedua pihak!
Tak mungkin tunas cinta dapat bersemi tanpa pupuk pihak lawan! Engkau sudah tahu bahwa dia telah menjadi tunangan orang lain, namun engkau yang lemah ini telah menanggapi cintanya!
Kalau engkau tidak melayaninya, aku yakin bahwa dia tidak akan mencintamu! Perbuatanmu itu merupakan pelanggaran besar, mencemarkan nama keluarga kita!
Dan yang lebih dari itu, engkaulah yang menyebabkan kematian nona ini yang sudah terlanjur mencintaimu! Dan engkau masih hendak menyalahkan orang lain yang tidak berdosa?
Hemm, biarlah peristiwa ini menjadi pelajaran pahit bagimu agar tidak terlalu menurutkan nafsu, pandai mengekang nafsu dan menyalurkannya melalui kebenaran, tidak membuta dan sesat!
Pergilah sebelum urusan ini tersiar luas. Pergilah!” Bentakan terakhir ini mengandung ancaman hebat dan Suma Hoat mengeluh, kemudian dengan lemas ia meloncat keluar melalui langit-langit dan genteng.
Semua orang di dalam kamar itu masih tertegun menyaksikan peristiwa itu dan terdengarlah suara Suma Hoat di atas genteng suara yang mengandung isak, suara yang parau bercampur suara rintikan hujan. “Perempuan….! Aku benci….! Cinta perempuan palsu semua! Yang murni hanya Kim Hwa….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader