BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Iblis dari belum pernah ada yang mampu mengalahkannya!” “Hemmm, di antara panglima musuh muncul seorang panglima wanita seperti itu.
Mengingatkan aku akan ramalan seorang tosu di Kun-lun-san puluhan tahun yang lalu bahwa banyak kerajaan runtuh oleh wanita, bukan hanya oleh kecantikan mereka, akan tetapi juga oleh kelihaian mereka.
Apakah Kerajaan Sung yang kini makin terpecah dan mundur ke selatan akan roboh pula karena wanita?” “Stttt, Twako, jangan bicara seperti itu….!” terdengar suara memperingatkan.
Yang mengejutkan hati Siauw Bwee adalah disebutnya nama Panglima Wanita Maya tadi. Apakah sucinya yang menjadi Panglima Mancu? Ataukah hanya kebetulan ada persamaan nama belaka?
Akan tetapi, melihat kelihaian panglima wanita itu, tidak akan mengherankan kalau wanita itu adalah sucinya, apalagi kalau diingat betapa wanita dari perahu Mancu malam tadi pun amat lihai.
Sungguhpun tidak selihai sucinya. Pula, sucinya adalah puteri dari Kerajaan Khitan, sedikitpun masih mempunyai hubungan darah dengan bangsa Mancu.
Dan dia tahu betapa sucinya amat membenci Kerajaan Sung karena kerajaan itu dianggap telah menjadi sebab kesengsaraan dan kemusnahan keturunan keluarga Suling Emas.
Hati Siauw Bwee ingin sekali menjumpai sucinya, akan tetapi dia telah menimbulkan kekacauan di Sian-yang, bukankah hal ini akan membuat sucinya makin benci kepadanya?
Pula, apa perlunya menjumpai sucinya yang telah menjadi Panglima Mancu? Dia tidak ada hasrat bertemu dengan sucinya itu.
Sebaliknya dia ingin sekali segera pergi menyusul suhengnya yang sekarang amat aneh sikapnya dan menurut dugaan Coa Leng Bu, menjadi korban racun perampas semangat dan ingatan.
Keadaan suhengnya amat mengkhawatirkan dan suhengnya perlu sekali mendapatkan pertolongannya. “Supek, mari kita melanjutkan perjalanan,” katanya lirih kepada Coa Leng Bu.
Kakek itu mengangguk, akan tetapi tiba-tiba dia melihat Siauw Bwee memandang keluar dengan mata terbelalak kaget, kemudian dara itu memberi isyarat kepadanya untuk duduk kembali.
Coa Leng Bu melirik ke luar dan melihat serombongan orang memasuki warung. Mereka terdiri dari sebelas orang.
Dan yang menjadi pembuka jalan ke warung itu adalah seorang pendek gemuk yang berkepala botak. Melihat orang ini pemilik warung cepat-cepat menyambut dengan membongkok-bongkok penuh penghormatan.
“Selamat datang, Koan-taihiap…. sungguh menyesal sekali warungku penuh tamu sehingga saya tidak dapat menyambut dengan sepatutnya.”
Orang yang disebut pendekar besar Koan itu menggerakkan matanya yang lebar memandang ke sekeliling, alisnya berkerut dan dia berkata.
“Harus kausediakan tempat. Tamu-tamuku adalah orang-orang yang lebih penting daripada siapapun juga di sini, dan aku sudah terlanjur memuji warungmu yang dapat menyuguhkan makanan enak.”
Tukang warung menjadi bingung dan terpaksa dengan kata-kata halus dia mengusir beberapa orang pengungsi yang sudah lama duduk di situ dan yang sudah selesai makan pula.
Dengan muka bersungut-sungut namun tidak berani membantah, beberapa orang meninggalkan warung…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader