BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pundak Ouw-pangcu! Penyakit kusta membuat buku-buku dan ruas-ruas tangannya lemah dan rapuh, maka tentu saja tidak dapat melawan aliran sin-kang yang demikian kuatnya!
Dua buah jari yang tertinggal di pundak Ouw-pangcu juga tercabut keluar terdorong oleh daya tolak sin-kang Ouw-pangcu.
Anehnya, biarpun dua buah jari tangannya putus, orang itu tidak kelihatan menderita nyeri dan tangannya tidak berdarah.
Seolah-olah hanya dua batang kayu saja yang potong! “Maaf, saya tidak sengaja menyusahkan para Locianpwe,” kata Ouw-pangcu.
Diam-diam dia merasa kasihan sekali karena maklum bahwa penyakit kusta yang hebat itu ternyata membuat orang-orang lembah ini tidak mungkin lagi dapat menyimpan tenaga Jit-goat-sin-kang di tubuh mereka.
Hal ini pun dapat diduga oleh Siauw Bwee dan Yu Goan ketika menyaksikan serangan dan akibatnya tadi.
Si Lengan Buntung, orang pertama tadi, kini sudah mengeluarkan sebuah bendera kecil berwarna hitam dan menggerak-gerakkan bendera kecil itu di atas kepalanya.
Melihat bendera kecil itu, Ouw-pangcu terkejut sekali, berlutut dan memberi hormat ke arah bendera sambil berkata,
“Teecu Ouw Teng telah berdosa. Kalau Locianpwe tadi mengatakan bahwa Pangcu memerintahkan saya turun ke lembah dan mengeluarkan benda pusaka itu, tentu saya tidak berani banyak membantah.”
Si Tangan Buntung itu bicara lagi. Ouw-pangcu bangkit berdiri, kemudian membalikkan tubuh berkata kepada anak buahnya yang masih berlutut ketakutan.
“Kalian kembalilah dan bekerja seperti biasa. Aku dipanggil menghadap oleh Pangcu di lembah maka jangan kalian memikirkan aku lagi.
Kalau sampai aku tidak kembali untuk selamanya, kalian boleh mengangkat seorang ketua baru. Tunggu sampai seratus hari, kalau aku tidak kembali berarti aku berhenti menjadi ketua.
Nah, aku pergi. Marilah Sam-wi Locianpwe.” Berkata demikian, Ouw-pangcu mengikuti tiga orang penderita kusta itu memasuki lubang sumur.
Yang ternyata merupakan lorong di bawah tanah yang menuju ke lembah jauh di bawah! Setelah empat orang itu memasuki sumur, batu besar itu tergeser kembali dan menutupi lubang.
Keadaan menjadi sunyi senyap dan kini orang-orang liar anak buah Ouw-pangcu baru berani bergerak.
Mereka bicara dengan muka penuh ketakutan dan kedukaan, akan tetapi tak seorang pun berani mencela tiga orang lembah tadi.
Setelah anak buah Ouw-pangcu meninggalkan tempat itu, Siauw Bwee dan Yu Goan muncul dari tempat sembunyi mereka.
“Setan-setan itu! Mengapa kau tadi mencegah aku turun tangan membela ayah angkat kita, Bwee-moi?”
“Gi-hu ikut dengan mereka secara sukarela, dan menurut ceritanya sendiri, orang-orang lembah itu memang mempunyai kekuatan lebih besar dan Gi-hu harus tunduk kepada ketua orang lembah.
Kalau kita turun tangan tadi, berarti kita bertindak berlawanan dengan isi hati Gi-hu sendiri.” “Akan tetapi Gi-hu dibawa mereka.
Apakah kita harus membiarkannya saja? Siapa tahu dia akan mengalami bencana di bawah sana?”…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader