BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Tulang pipi menonjol, dagunya menjadi runcing karena tidak ada kulitnya, putih mengerikan. Bibirnya habis pula sehingga tampak mulut ompong menonjol panjang.
Separuh hidungnya hilang sehingga merupakan lubang hitam. Matanya seperti melotot terus karena pelupuknya tinggal separuh, tidak dapat dipejamkan.
Benar-benar amat mengerikan dan melihat sebuah tengkorak tidak akan sengeri ini. Manusia yang berdiri di depan lubang itu tak patut disebut manusia, akan tetapi juga tidak atau belum menjadi mayat!
Di samping perasaan ngeri dan serem ini, timbul rasa iba yang besar di hati Siauw Bwee dan Yu Goan yang sebagai seorang ahli pengobatan.
Maklum betul betapa menderita dan sengsaranya keadaan orang yang ia tahu menjadi korban penyakit kusta yang dahsyat itu.
Kini muncul dua orang lain dari dalam lubang, keadaan mereka juga mengerikan seperti orang pertama.
Akan tetapi kedua orang ini tidak meloncat seperti orang pertama tadi, melainkan berjalan terpincang-pincang keluar dari lubang dan berdiri di kanan kiri.
Orang pertama yang sudah marah-marah, mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak dimengerti oleh Siauw Bwee dan Yu Goan.
Orang itu bicara tidak karuan dan karena tidak mempunyai bibir, giginya ompong-ompong dan lidahnya tinggal sepotong, bicaranya sukar dimengerti.
Akan tetapi agaknya Ouw-pangcu sudah biasa mendengar suara seperti itu, buktinya ketua ini lalu menjawab dan membela diri.
Menceritakan tentang peristiwa pemberontakan di perkampungan yang dipimpinnya. Dari jawaban Ouw-pangcu ini mengertilah Siauw Bwee dan Yu Goan.
Bahwa agaknya Ouw-pangcu dipersalahkan oleh orang-orang lembah tentang peristiwa pertempuran di antara orang-orang tebing.
“Harap para Locianpwe dari lembah mengetahui bahwa saya dan anak buah saya sama sekali tidak melakukan pelanggaran.
Yang melakukan pelanggaran adalah mereka yang memberontak dan mereka telah diberi hukuman setimpal.
Tolong disampaikan kepada Pangcu di bawah bahwa kami semua tidak pernah melanggar perintah.”
Orang penderita kusta yang pertama itu kembali bicara ribut-ribut tidak karuan. Ouw-pangcu menjawab, mukanya memperlihatkan kekagetan dan ketakutan.
Ia menggoyang tangan kiri yang diangkat ke atas sambil berkata, “Tidak bisa, Locianpwe! Saya tidak bersalah, maka tentu saja menolak untuk dibawa turun menerima hukuman.
Pula, siapa pun tidak boleh turun, kalau saya sudah turun, bukankah berarti saya melanggar? Saya tidak merasa bersalah, maka saya pun tidak mau ikut Locianpwe turun ke bawah!”
Orang ke dua yang berdiri di sebelah kanan orang pertama, mengeluarkan suara gerengan seperti seekor binatang terluka.
Kemudian tubuhnya meloncat maju dengan kecepatan kilat sehingga diam-diam Siauw Bwee kagum karena orang ini pun memiliki gin-kang yang amat luar biasa!
Dengan tangan kirinya yang tinggal empat buah jarinya itu, orang sakit kusta ini mencengkeram pundak Ouw-pangcu.
“Crottt!” Empat buah jari tangan itu menancap di pundak seperti empat buah pisau tajam, akan tetapi tiba-tiba orang itu terpental ke belakang karena Ouwpangcu telah mengerahkan Jit-goat-sin-kang.
Ketika terpental, orang itu memandang tangan kirinya yang ternyata tertinggal di …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader