BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kaget hati mereka ketika melihat tapak kaki manusia! “Bukan main! Manusia-manusia apakah mereka yang memiliki mata mencorong seperti mata harimau?”
Yu Goan berseru. “Hebatnya, bagaimana mereka dapat bergerak demikian cepatnya?” Siauw Bwee berkata lirih dan diam-diam ia terkejut sekali.
Setelah ia memiliki ilmu sakti gerak kaki tangan kilat dari rombongan kaki buntung dan lengan buntung, gin-kangnya mencapai tingkat tinggi sekali.
Akan tetapi mengapa semalam dia tidak mampu menangkap orang-orang aneh ini? Mungkinkah mereka memiliki kepandaian menghilang seperti setan?
“Jumlah mereka banyak dan tapak kaki mereka menuju ke satu jurusan. Kita dapat mengikuti mereka.” Yu Goan berkata sambil meneliti tanah.
“Hemm, aku merasa curiga sekali. Mari kita cari mereka!” Siauw Bwee berkata. Kedua orang itu lalu berjalan mengikuti arah jejak tapak kaki yang menuju ke selatan.
Setelah berjalan dua jam lamanya, mereka berdua berhenti di tepi sebuah tebing yang amat curam. “Ah, tentu di bawah itu sarang mereka….!” kata Yu Goan menunjuk ke bawah.
Tebing itu amat curam, kiranya tidak kurang dari dua ribu kaki. Dan jauh di bawah sana kelihatan kecil sekali seperti mainan kanak-kanak, tampak sebuah perkampungan kecil dengan beberapa buah rumah sederhana. Lembah di bawah itu kelihatan sunyi, seolah-olah perkampungan itu tidak ada penghuninya. “Aneh sekali. Lembah di bawah itu dikelilingi tebing yang begini curam, seolah-olah terpisah dari dunia ramai. Siapakah gerangan yang tinggal di bawah sana?” Siauw Bwee berkata, termangu-mangu. “Sebaiknya kita mencari jalan turun ke sana untuk menyelidikinya, Nona.”
“Memang begitu kehendakku. Akan tetapi, aku mendapat firasat di hati bahwa tempat itu amat berbahaya, dan agaknya orang-orang yang tinggal di tempat seperti itu tentulah orang-orang aneh yang berilmu tinggi.
Aku tidak ingin melihat engkau menghadapi malapetaka di sana, Yu-twako.” Yu Goan menoleh, mereka berpandangan dan pemuda itu tersenyum.
“Engkau baik sekali, Nona. Jangan khawatir, aku dapat menjaga diri dengan pedangku.” Sejenak Siauw Bwee memandang pemuda itu.
Akhirnya ia tersenyum dan mengangguk, “Baiklah, aku pun percaya bahwa engkau bukanlah seorang yang mudah dikalahkan, Yu-twako. Mari kita mencari jalan turun!”
“Nanti dulu, Nona!” Siauw Bwee membalikkan tubuh dan melihat pemuda itu memandangnya penuh perhatian, ia bertanya,
“Ada apakah?” Pemuda itu kelihatan bingung dan ragu-ragu, agaknya sukar sekali membuka mulut menyatakan isi hatinya.
“Harap Nona sudi memaafkan kalau aku bersikap kurang ajar, karena sungguh tidak sopan bagi seorang pemuda untuk mengajukan pertanyaan ini kepada seorang dara terhormat….”BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader