BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Suma Hoat tentu saja melihat perbedaan sambutan ini dan ia tersenyum, senyum yang khas dipelajarinya untuk menundukkan hati wanita-wanita muda.
Ia melihat sinar kagum dan gembira di mata Cui Leng, akan tetapi Liang Bi tetap memandang dingin. . “Perampok-perampok ini mempunyai sarang di dalam hutan, tak jauh dari sini. Marilah Ji-wi beristirahat di sana.”
Cui Leng sudah hendak menjawab, akan tetapi Liang Bi mendahuluinya, “Terima kasih, tidak usahlah. Kami akan beristirahat di sini dan menyembuhkan luka….”
“AihMhh….! Ji-wi terluka….? Aduh celaka….! Itu adalah Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah)! Berbahaya sekali!” tiba-tiba Suma Hoat berseru. Liang Bi menjawab dingin.
“Tidak mengapa, Kongcu Kami sanggup mengobatinya dengan sin-kang….” “Wah, mana bisa? Sedikit-sedikit aku mengerti tentang pengobatan! Racun Ang-tok-ciam amat lihai.
Biarpun dapat dilawan dengan sin-kang dan tidak sampai merampas nyawa, namun akibatnya akan membuat muka menjadi bopeng dengan totol merah yang tidak dapat diobati lagi.
Coba Ji-wi rasakan, benar tidak. Bukankah di tempat yang terkena luka itu terasa gatal-gatal dan di sekitar kelilingnya kaku dan rasa panas menjalar naik perlahan dari situ dan pertama-tama rasa panas itu menjalar naik?
Bagi orang yang tidak mempunyai sin-kang, tentu, akan tewas dalam waktu dua belas jam. Bagi Ji-wi yang memiliki sin-kang tinggi, akan dapat menyelamatkan nyawa.
Akan tetapi hawa panas yang naik ke atas itu akan keluar dari lubang-lubang kulit muka dan menimbulkan totol-totol merah! Marilah ikut bersamaku ke sarang perampok, dan aku akan mengobati Ji-wi.”
“Suci….” Cui Leng memandang sucinya dengan wajah membayangkan kengerian mendengar betapa racun jarum beronce merah itu akan membuat wajahnya yang cantik menjadi bopeng dengan totol-totol merah!
Akan tetapi, dengan sikap dingin Liang Bi menggeleng kepala dan berkata kepada Suma Hoat, “Terima kasih atas kebaikanmu, Kongcu. Akan tetapi kami, akan beristirahat di sini saja dan lakukan pengobatan sendiri luka-luka kami.”
Suma Hoat menarik napas panjang, menggerakkan kedua pundak dan berkata, “Agaknya Ji-wi Li-hiap merasa curiga kepadaku dan menerima salah maksud baikku.
Maafkan kalau aku telah berlaku lancang dengan melakukan pembayaran dan membelikan kuda yang tidak ada artinya dan yang kumaksudkan hanya untuk bersahabat itu.
Tentu saja aku tidak dapat memaksa, akan tetapi…. aku akan menanti di dalam hutan, di bekas rumah perampok kalau-kalau Ji-wi Lihiap berubah pikiran mencoba pengobatan dariku agar racun itu tidak mengakibatkan cacad pada muka Ji-wi. Selamat berpisah.”
Ia lalu membalikkan tubuh dan meninggalkan kedua orang gadis itu. Sebentar saja ia sudah lenyap karena cuaca mulai gelap, bayangannya menyelinap ke dalam hutan tak jauh di depan.
“Suci, engkau sungguh keterlaluan! Orang berniat baik akan tetapi engkau selalu menolak. Bagaimana kalau muka kita menjadi bopeng?”
Cui Leng segera menegur kakak seperguruannya setelah bayangan pemuda itu lenyap. Liang Bi menoleh ke arah adiknya. “Cui Leng-sumoi, apa artinya muka….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader