BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Berhasil memukul mundur barisan Mancu ke utara kembali. Kemenangan besar itu dirayakan oleh Suma Kiat dengan pesta dan pencatatan pahala bagi para perwira dan tentaranya, juga selir nya.
Dan sehari itu dia sendiri bersenang-senang dengan Bu Cin Goat selir nya tercinta sambil memberi kesempatan kepada pasukan-pasukannya untuk beristirahat.
Namun penjagaan tetap dilakukan dengan ketat dan para penyelidiknya tetap melakukan penyelidikan di sekitar daerah itu untuk mengawasi gerak-gerik musuh .
Tentu saja Suma Kiat yang memandang rendah pasukan Mancu itu tidak tahu bahwa pasukan yang telah dipukul mundur itu sehabis menderita kekalahan dari pasukan-pasukan Yucen.
Kini bangkit kembali semangatnya karena Pangeran Bharigan telah berada di tengah mereka, apalagi karena pasukan Mancu ini percaya akan kekuatan Pasukan Maut yang dipimpin Panglima Wanita Maya.
Yang membantunya dan telah mengatur siasat untuk menyerbu barisan Sung di malam itu. Yang didengar oleh Suma Kiat dari para penyelidiknya hanya bahwa pasukan Mancu kini tidak lagi melarikan diri.
Melainkan menghentikan gerakan mereka lari dan kini agaknya sedang menyusun kekuatan dan membuat perkemahan di lereng bukit.
Mendengar itu Suma Kiat tertawa dan memberi perintah kepada para perwiranya, “Biarkan mereka hari ini. Kalau kita menyerbu.
Selain pasukan kita masih lelah juga kedudukan mereka di lereng membuat mereka kuat dan tentu kita akan mengorbankan banyak perajurit. Biarkan perajurit-perajurit kita beristirahat.
Tentu mereka malam ini akan melakukan penyerbuan balasan, dan kita akan siap untuk menyambut dan menghancurkan mereka. Ha-ha-ha!”
Setelah memberi perintah, Suma Kiat menggandeng tangan selirnya memasuki kamar. Setelah menutupkan pintu kamar, langsung ia memeluk, memondong dan menciumi Bu Ci Goat penuh nafsu, membawanya ke pembaringan.
Akan tetapi Ci Goat melepaskan diri dan berkata, “Musuh menyusun kekuatan dan ada bahaya mereka menyerbu. Mengapa engkau hanya memikirkan senang-senang saja? Ini bukan waktunya untuk kita bersenang-senang.”
Suma Kiat memandang selir nya yang muda, merangkulnya dan tertawa. “Ah, mengapa engkau pusingkan hal itu? Melawan sekelompok anjing Mancu yang sudah kita pukul mundur, apa bahayanya?
Biarkan mereka mengira bahwa kita lengah, dan biarkan mereka malam ini menyerbu untuk menemukan maut, seperti sekumpulan nyamuk menerjang api, ha-ha-ha! Ci Goat, engkau semakin manis saja!”
Ia memeluk dan menciumi lagi, dan kini Ci Goat tidak menolak, bahkan membalas dengan belaian yang dapat memabokkan jenderal tua itu.
Akan tetapi, sepasang alis wanita itu agak mengerut, dan dia tidak melayani pencurahan kasih sayang suaminya dengan sepenuh hati.
Karena hanya tubuhnya saja yang melayani, akan tetapi hati dan pikirannya penuh kecewa dan terbayanglah wajah tampan seorang perwira muda yang sebetulnya selama ini telah direncanakan untuk menjadi temannya melewatkan malam dingin!
Memang, di samping kecerdikan Suma Kiat sebagai seorang panglima perang, dia memiliki kelemahan, dan menghadapi selir mudanya ini.
Dia seolah-olah buta tidak melihat kenyataan betapa selirnya ini hanya berpura-pura saja puas mempunyai suami yang jauh lebih tua akan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader