BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Panglima, dara baju kuning itu memandang tajam dan kakinya menendang meja di depannya sehingga meja itu terlempar jauh.
Agaknya dia tahu bahwa dia kedatangan lawan tangguh, maka ingin mencari tempat yang luas untuk menghadapi pengeroyokan.
Ketika para perwira lari-lari turun dari loteng dan para pengawal siap untuk mengeroyok, Maya berseru, “Tahan! Mundur semua! Aku mau bicara…. dengan dia!”
Dara itu telah siap berdiri dengan tenang dan pandang mata tajam mengikuti gerak langkah Maya yang juga tenang-tenang menuruni anak tangga.
Menghampiri dara itu sampai mereka berhadapan dan saling pandang. Keduanya terkejut dan mengingat-ingat karena masing-masing seperti telah mengenal.
Ketika Maya melihat gagang pedang di pungung dara baju kuning itu, teringatlah dia dan segera menegur, “Bukankah di punggungmu itu Li-mo-kiam (Pedang Iblis Betina)?”
Dara itu kelihatan kaget sekali, akan tetapi dia tetap tenang dan balas bertanya, “Bagaimana engkau bisa tahu?”
Maya tersenyum lebar, “Kalau benar, engkau tentulah Ok Yan Hwa. Dan agaknya engkau telah lupa kepadaku!”
Dara perkasa itu memang benar Ok Yan Hwa murid Mutiara Hitam. Dia meneliti wajah Maya dan teringat, lalu berkata, “Dan engkau agaknya Maya….”
“Benar, Yan Hwa, kebetulan sekali pertemuan kita ini dan maafkan anak buahku yang tidak mengenal wanita perkasa! Heii, dengarlah. Dia ini adalah sumoi dari Can-huciang! Hayo lekas kalian minta maaf!”
Mendengar bahwa dara baju kuning yang gagah perkasa itu adalah sumoi dari Can Ji Kun, delapan orang perajurit pengawal itu cepat memberi hormat dan seorang di antara mereka berkata,
“Lihiap, mohon sudi mengampuni kami yang bermata tapi seperti buta!”
Akan tetapi Ok Yan Hwa murid Mutiara Hitam yang berwatak angkuh tidak mempedulikan mereka.
Apalagi karena ia tertarik dan terheran mendengar ucapan Maya yang memperkenalkannya sebagai sumoi dari “Can-huciang”!
“Apa maksudmu, Maya? Benarkah Suheng berada di sini?”
“Benar, Yan Hwa. Dia adalah seorang di antara pembantu-pembantuku yang utama.”
“Suheng? Ah, mana mungkin Suheng menjadi perwira pembantumu? Mengapa bisa begitu?”
Maya mengerti bahwa dalam hal keangkuhan, gadis itu tidak kalah oleh suhengnya. Maka ia pun berterus terang dan tersenyum, “Dia menjadi perwira pembantuku karena kalah taruhan.”
Yan Hwa mengerutkan alisnya, memandang wajah Maya yang tersenyum-senyum itu dengan sinar mata marah karena mengira bahwa Maya bicara main-main, “Maksudmu?”
“Dia telah mengadu kepandaian melawan aku dengan taruhan bahwa kalau aku kalah aku akan meninggalkan kedudukanku sebagai Panglima Pasukan Maut, dan kalau dia yang kalah dia akan membantuku dan menjadi perwiraku.”
Yan Hwa membelalakkan matanya yang bagus, dan wajahnya makin tidak senang. Ketidakpercayaan membayang jelas di wajahnya, “Aku tidak percaya. Mana dia?” …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader