BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Ahh….!” Barulah semua orang teringat akan tetapi ketika dicari kakek itu tidak tampak.
“Lekas, jemput dia di pondoknya!” Siauw Bwee yang masih lemah dan kakinya pincang itu menyuruh mereka karena dia sendiri masih terlalu lemah.
Dua orang kakek itu cepat pergi sendiri dan tak lama kemudian mereka datang dengan wajah berduka sambil memanggul tubuh yang hanya berlengan satu dan yang sudah tak bernyawa itu!
Hati yang duka dari Siauw Bwee berubah terharu dan juga lega ketika ia melihat wajah jenazah Kakek Lu Gak.
Wajah itu berseri, mulutnya tersenyum dan matanya terpejam. Agaknya saking girangnya menyaksikan kedua kaum itu berdamai kakek ini pulang dengan hati girang.
Dan rasa girang yang berlebihan menyerang jantungnya dan membuatnya mati dalam keadaan penuh bahagia!
Jenazah Kakek Lu dikubur di halaman kuil itu dan diberi batu nisan yang megah, Siauw Bwee berkata dalam pesannya ketika ia hendak pergi setelah lukanya sembuh.
“Kuharap saja kalian akan dapat mempertahankan perdamaian ini dan tidak lagi memupuk permusuhan dan membuntungi kaki dan lengan orang, dan anggaplah kuburan Lu-locianpwe sebagai lambang perdamaian abadi.”
Siauw Bwee diantar oleh semua anak buah kedua kaum yang kini telah bersatu itu, diberi pakaian, kuda dan bekal secukupnya.
Kedua ketua itu berlinang air mata ketika Siauw Bwee melambaikan tangan sebagai ucapan selamat tinggal, meninggalkan tempat yang takkan dapat ia lupakan itu karena di situ dia telah mengalami hal-hal yang hebat.
Setelah meninggalkan tempat itu, Siauw Bwee melakukan perjalanan ke selatan mencari ibunya. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa hancur hatinya.
Ketika mendengar berita dari seorang perwira Sung bekas sahabat ayahnya bahwa ibunya yang dahulu melarikan diri mengungsi itu, telah meninggal dunia karena sakit.
Sesudah mendengar bahwa suaminya gugur. Siauw Bwee sempat mengunjungi kuburan ibunya, bahkan dia berkabung dan menangisi kuburan ibunya di dusun sunyi sampai beberapa hari.
Kemudian karena mendengar keterangan bahwa musuh besarnya, Suma Kiat kini sedang memimpin barisan besar ke utara untuk melawan para pemberontak dan pasukan-pasukan Mancu di perbatasan utara.
Dia lalu melanjutkan perjalanannya menyusul ke utara. Kebenciannya terhadap musuh besar itu meningkat karena dia menganggap bahwa kematian ibunya pun disebabkan oleh Suma Kiat!
Dara yang hatinya merana dendam terhadap musuh nya dan setiap saat teringat dengan hati penuh rindu kepada suhengnya, Kam Han Ki.
Kini melakukan perjalanan dengan hati mengandung dendam besar, membuatnya menjadi pendiam dan kurang gembira.
***
Kota-kota dan dusun-dusun daerah utara amat sunyi karena sebagian besar penduduknya lari mengungsi menjauhi pertempuran.
Namun, banyak juga yang tidak pergi mengungsi karena selain tidak tahu harus pergi ke mana, juga mereka merasa sayang untuk meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka.
Ada pula yang menyuruh keluarganya saja pergi mengungsi. Karena banyak warung, toko dan restoran tutup.
Maka bagi mereka yang berani membuka restoran dan toko merupakan usaha yang amat baik dan menguntungkan. Warung-warung nasi selalu…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader