BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sehingga ketua kalian lenyap diculik orang. Apakah kalian belum juga sadar? Kalau aku berjanji untuk membantu kalian mencari ketua kalian.
Apakah kalian suka bersumpah untuk menghapus permusuhan dan bekerja sama membantu aku mencari mereka?”
Orang-orang kedua rombongan saling pandang. Yang fanatik dimabok dendam masih ragu-ragu.
“Ingat, orang yang dapat menculik ketua-ketua kalian tentu berkepandaian tinggi. Aku akan berusaha mencarinya dan melawannya untuk menolong ketua kalian.
Akan tetapi bersumpahlah lebih dulu bahwa semenjak saat ini, semua dendam di antara kalian telah habis dan kalian tidak akan saling bermusuhan lagi, bagaimana, sanggupkah?”
Hening sejenak dan terdengar mereka semua berbisik -bisik. Kemudian, kakek kaki buntung memelapor teman-temannya.
“Kami pihak kaum kaki buntung bersumpah, dan sanggup asal ketua kami diselamatkan!”
Siauw Bwee tersenyum. Memang pihak kaki buntung belum segila pihak lengan buntung. Maka ia bertanya.
“Bagaimana dengan kaum lengan buntung? Kalau tidak mau aku hanya akan mencari dan menyelamatkan Liong Ki Bok ketua kaki buntung saja!”
“Kami…. kami sanggup dan bersumpah untuk menghabiskan permusuhan asal ketua kami diselamatkan!” Akhirnya nenek lengan buntung berseru.
Siauw Bwee masih belum puas. Dia maklum betapa hebat dendam dan permusuhan di antara mereka dan siapa tahu kalau nanti ketua mereka telah berada di tengah mereka, permusuhan akan dilanjutkan.
“Bagaimana kalau kelak ternyata bahwa kedua ketua kalian masih tidak mau berdamai dan melanjutkan permusuhan?”
Hening pula sejenak dan tiba-tiba terdengarlah Kakek Lu Gak yang sejak tadi mendengarkan penuh perhatian berkata.
“Mengapa kalian ragu-ragu? Begitu bodohkah kalian menaati kehendak ketua kalian yang sudah gila?
Kalau ternyata mereka masih nekat saling bermusuhan dan tidak menaati janji dengan Khu-lihiap, kita hancurkan saja mereka yang menjadi sarang dan bibit permusuhan.”
“Akurr….!” Kini semua anggauta kedua kaum itu berteriak.
Wajah Siauw Bwee berseri, “Kalau begitu, marilah. Bawa aku ke tempat mereka berdua lenyap meninggalkan lengan baju dan tongkat!”
Berangkatlah mereka menuju ke rawa di mana dahulu Siauw Bwee hampir celaka dikeroyok burung-burung liar.
Ketika mereka tiba di tepi rawa di mana mereka menemukan tongkat Liong Ki Bok dan lengan baju The Bian Le, Siauw Bwee memandang ke sekitarnya dan dia mengerutkan kening.
Rawa itu amat luas dan tidak tampak tempat yang kiranya dapat dipergunakan sebagai tempat tinggal orang yang menculik kedua orang ketua itu.
Dia merasa heran dan menduga-duga. Kalau benar dua orang itu diculik, tentu tidak disembunyikan di rawa ini, melainkan dibawa ke lain tempat.
Tempat terbuka. luas seperti rawa ini, mana mungkin dipakai menawan orang? Dia memandang lagi ke sekeliling dan diam-diam bergidik.
Tempat ini merupakan tempat sarang maut dan teringatlah penuh kengerian akan dua orang temannya yang juga melarikan diri cerai-berai ketika dikeroyok burung.
Yaitu Cia Cen Thok si bekas “mayat hidup” dan pemuda Co-bi-san yang gagah, Hui-eng Liem Hok Sun. Tentu mereka itu telah tewas dimakan burung …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader