BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Dewasa yang berpakaian panglima. Dia pun kini tidak merasa perlu lagi menyembunyikan keadaan dirinya.
Karena apakah salahnya kalau diketahui bahwa dia adalah Puteri Khitan? Yang dipimpinnya adalah pasukan yang memberontak terhadap Kerajaan Sung.
“Can Ji Kun, kiranya engkau yang lancang masuk ke sini. Bagaimana dengan keadaan bibiku?”
Mata Can Ji Kun terbelalak dan ia berseru, “Aihhh! Kiranya benar engkau Maya yang dahulu itu? Ahhh….”
“Can Ji Kun, bagaimana kabarnya dengan bibiku Mutiara Hitam?”
Wajah yang tampan gagah itu menjadi muram dan ia menjawab dengan suara berduka, “Subo…. Subo telah tewas di Kerajaan Mongol ketika beliau berusaha membalas kematian ayahmu.
Abu jenazahnya dikirim oleh Raja Mongol dan telah dikubur di Bukit Merak, disamping kuburan Suhu….”
Wajah Maya berubah pucat dan kemudian merah sekali saking marahnya dan saking bencinya kepada orang Mongol. “Jadi, Paman Tang Hauw Lam juga….”
Wajah Ji Kun menunduk dan ia mengangguk. “Suhu…. Suhu…. meninggal dunia karena duka dan…. sakit….”
Maya mengira bahwa jawaban tersendat-sendat itu adalah karena duka, maka ia menghela napas.
Barulah ia tahu bahwa para pembantunya memandang kepadanya dengan mata terbelalak penuh pertanyaan, agaknya terheran-heran mendengar percakapan itu.
Apalagi ketika mendengar pemimpin mereka menyebut “bibi” kepada pendekar sakti wanita Mutiara Hitam yang namanya tentu saja sudah mereka dengar.
Melihat ini, Maya memandang mereka dan berkata,
“Tak perlu kusembunyikan lagi. Aku adalah Puteri Maya, puteri Kerajaan Khitan yang sudah hancur.
“Karena itulah maka aku memusuhi Kerajaan Sung, Kerajaan Yucen dan bangsa Mongol yang biadab! Adapun dia ini adalah Can Ji Kun, murid Mutiara Hitam.”
Sebelas orang perwira itu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Maya dengan penuh hormat dan kini mereka lebih bangga lagi menjadi pembantu-pembantu Puteri Maya.
Puteri Raja Talibu yang terkenal dan keponakan dari Mutiara Hitam!
“Maya, engkau kini telah menjadi seorang panglima yang terkenal. Hemm…. betapa aneh dan mengagumkan.”
Maya mengerutkan kening. Dahulu ketika masih kecil, agaknya dia tentu akan ikut dengan bibinya Mutiara Hitam.
Kalau saja di sana tidak ada Ji Kun dan Yan Hwa yang dianggapnya angkuh dan tidak menyenangkan hatinya. Sampai sekarang ternyata Can Ji Kun masih seangkuh dulu.
“Can Ji Kun, setelah engkau tahu bahwa akulah yang menjadi panglima di sini, lalu…. engkau mau apa?”
“Heh-heh-heh, tidak apa-apa. Tadinya aku tertarik sekali akan nama besar Panglima Maya dan ingin mengadu kepandaian, akan tetapi setelah ternyata bahwa hanya engkaulah sebenarnya orang itu, hemmm…., baiklah aku pergi saja!”
“Tahan!” Maya membentak, menahan kemarahannya. Dia marah sekali akan sikap angkuh pemuda ini, akan tetapi betapapun juga, Ji Kun adalah murid bibinya, jadi masih dekat hubungannya dengan dirinya. Di…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader