BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Siauw Bwee masih terjebak di tempat ini, Ia melihat bahwa puluhan ekor lintah telah menempel di tubuhnya dan menggigit, menghisap darahnya tanpa ia rasakan tadi!
Dengan bulu tengkuk berdiri dan mengkirik ia sibuk mencabuti dan meremas serta membanting lintah-lintah itu sehingga darah binatang-binatang itu berceceran ke mana-mana.
Bukan darah binatang-binatang itu melainkan darahnya yang telah dihisap mereka! Siauw Bwee sampai hampir menelanjangi tubuhnya sendiri.
Karena lintah-lintah itu ada yang menyelinap memasuki baju dan celananya, menggigit dan menghisap darah tanpa memilih tempat.
“Setan! Bedebah! Kurang ajar!” Siauw Bwee memaki-maki dan membunuhi lintah-lintah itu, dan setelah memeriksa semua tubuh dan pakaiannya, barulah ia memakai kembali pakaiannya.
Sementara itu, matahari telah tenggelam dan ketika Siauw Bwee memandang ke sekeliling, dia tidak melihat lagi adanya dua orang temannya tadi.
Juga tidak dapat menduga ke mana larinya mereka yang tadi ketakutan dikeroyok burung.
Siauw Bwee mulai melangkah lagi melanjutkan usahanya keluar dari tempat itu. Dia tidak lagi dapat mencari kedua orang temannya, maka dia pun kini harus mengingat keadaannya sendiri.
Dia harus dapat keluar dari daerah rawa yang amat luas ini. Dia mulai mencari-cari, akan tetapi tetap saja tidak dapat keluar.
Bahkan beberapa kali ia lewat lagi di tempat di mana dia dikeroyok burung karena di situ terdapat banyak bangkai burung berserakan di atas rawa!
“Tempat celaka! Neraka dunia, aku terjebak di sini!” Ia mengomel karena kini malam sudah mulai tiba, cuaca mulai gelap. Tiba-tiba terdengar suara air berkecipa kan.
Dia memandang ke depan dan bukan main kagetnya ketika melihat serombongan ular berenang menyeberangi rawa menuju ke arah dia berdiri!
Ular-ular yang besar kecil beraneka warna, ada yang putih, hijau, coklat, hitam dan merah! Kembali bulu tengkuk Siauw Bwee berdiri.
Teringatlah ia akan ular-ular merah di bawah Istana Pulau Es. Tak jauh dari tempat ia berdiri terdapat sebatang pohon yang sudah tumbang tengahnya.
Tinggal merupakan tonggak, akan tetapi tingginya masih ada dua meter. Cepat Siauw Bwee mengayun tubuh meloncat ke atas tonggak itu, berdiri tegak dan memandang ke bawah.
Betapa ngeri hatinya ketika ia melihat ular-ular itu mulai berebut, memperebutkan bangkai-bangkai burung.
Bangkai-bangkai burung yang terapung di atas air itu mereka serang, moncong-moncong ular dibuka lebar dan bangkai-bangkai dicaploki dan ditelan berikut bulu-bulunya.
Sehingga tak lama kemudian beratus buah bangkai burung itu telah habis, pindah ke dalam perut ular-ular yang kini menggembung.
Pemandangan ini amat mengerikan hati Siauw Bwee sehingga tonggak yang ia injak bergoyang-goyang, tanda bahwa kakinya menggigil terbawa oleh hati yang ngeri.
Baiknya dara perkasa ini sudah memiliki gin-kang yang luar biasa, kalau tidak, ada bahayanya ia terguling jatuh dan dikeroyok ular saking ngerinya.
Malam telah tiba dan keadaan gelap sekali. Selagi Siauw Bwee kebingungan karena tidak mungkin kini ia berdiri terus semalam suntuk di atas tonggak.
Juga tidak mungkin dia meloncat turun tanpa mengetahui lebih dulu apakah ular-ular itu tidak berada di situ. Siauw Bwee benar-benar terjebak di tempat ini.
Tiba-tiba tampak olehnya sinar terang dari jauh. Dari atas tonggak itu ia dapat menduga…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader