BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Siauw Bwee menggerakkan kakinya menangkis dan tangan kirinya memukul dengan dorongan penuh tenaga sin-kang.
Dua orang di antara mereka berteriak dan roboh terjengkang, berusaha merayap bangun kembali. Hok Sun melawan dengan kedua tangan kosong.
Ia berhasil menangkap tongkat seorang penyerang, membetot dan mematahkan tongkat itu, kemudian kakinya menendang.
Lawannya menangkis dan orang ke dua sudah menotokkan tongkatnya ke arah lambung Hok Sun.
“Trakk!” Tongkat itu patah ketika tertangkis pedang Siauw Bwee yang sudah cepat membantu. Kemudian, pukulan tangan Hok Sun merobohkan orang yang tongkatnya patah itu.
“Wah, kepandaianmu hebat sekali, Nona!” Ia memuji, kagum dan juga kaget karena tidak menyangka bahwa nona yang disangkanya hanya berkepandaian silat biasa itu.
Ternyata telah merobohkan dua orang pengeroyok dengan cepat, bahkan telah menolongnya!
“Hayo cepat keluar!” Siauw Bwee berkata dan kini dialah yang mendahului lari ke depan karena ia tahu bahwa kalau mereka berdua dikeroyok di sebelah dalam, keadaan mereka berbahaya sekali.
Dengan gerakan ringan dan indah tubuh Siauw Bwee melayang naik dan menerobos keluar dari lubang kecil yang merupakan “pintu kamar” bangunan setengah bundar di atas tanah itu.
Kembali Hok Sun memuji. Gerakan nona itu benar amat ringan dan tahulah dia bahwa nona itu memiliki ilmu kepandaian yang jauh melampaui tingkatnya sendiri.
Begitu Siauw Bwee dan Hok Sun tiba di luar, mereka segera dikepung oleh para anak buah kaum kaki buntung yang sudah berjaga di luar dan yang mengejar dari dalam.
Tetapi seperti yang diceritakan oleh Cia Cen Thok, biarpun Siauw Bwee dapat menangkan mereka dalam hal sinkang, gin-kang, maupun ilmu silat, namun gerakan tangan mereka benar-benar amat lihai.
Cepat bagaikan kilat dan tidak tersangka-sangka. Untuk dapat mengatasi lawan yang seperti ini mernang jalan satu-satunya hanya mempelajari dan membuka rahasia ilmu tangan kilat mereka itu.
Siauw Bwee tidak ingin melakukan pembunuhan, maka gerakan pedangnya hanya untuk menghalau tongkat-tongkat mereka yang lihai.
Dan ia hanya berusaha merobohkan mereka dengan dorongan-dorongan tangan dengan tenaga sin-kang. Karena inilah maka dia segera dikurung dan didesak hebat.
Adapun Hok Sun keadaannya lebih terdesak lagi. Beberapa kali terdengar suara bak-bik-buk dan tubuhnya sudah terkena hantaman-hantaman tongkat lawan pada bahu, pinggul dan pahanya.
Untung bahwa Si Garuda Terbang ini memiliki tubuh yang kebal sehingga hantaman-hantaman itu tidak sampai meremukkan tulang dan tertahan oleh daging.
Dan urat-uratnya yang kokoh kuat sungguhpun cukup mendatangkan rasa nyeri membuatnya berkaok-kaok kesakitan.
Untung bagi mereka bahwa pada saat itu, benar seperti keterangan Hok Sun, tidak tampak murid-murid lain yang dianggap sebagai tokoh-tokoh kelas satu.
Kalau mereka itu ikut mengeroyok, tak tahulah bagaimana jadinya dengan nasib mereka berdua.
“Saudara Liem, cepat ke sini! Kita lawan dengan saling melindungi!” teriak Siauw Bwee sambil berputaran dan mendekati Si Pemuda Kasar yang sudah berteriak-teriak kesakitan.
Hok Sun bukan seorang bodoh. Dia mengerti apa yang dimaksudkan dara perkasa itu, maka dia pun lalu meloncat dan di lain saat dia telah melakukan perlawanan dengan….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader