BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Berlawanan, satu-satunya jalan hanya melihat bukti!” “Baik!” kata kakek lengan satu. “Mari kita lihat buktinya di mana kami menawan anak buahmu!”
Tanpa banyak cakap lagi, rombongan lengan buntung sebanyak lima orang dan rombongan kaki buntung yang bersama Si Bekas Tawanan juga berjumlah lima orang sudah pergi meninggalkan tempat itu memasuki hutan!
Siauw Bwee tertarik sekali dan ingin menyaksikan kelanjutan perkara itu, akan tetapi mengingat akan nasib Si Garuda Terbang yang dibawa masuk ke dalam bangunan bundar.
Dan melihat kesempatan baik selagi lubang itu belum tertutup, cepat meloncat dan sekaligus menerobos masuk ke dalam lubang itu.
Ketika ia turun di sebelah dalam, ia tiba di ruangan berlantai dan di sudut terdapat dua buah anak tangga yang menurun ke bawah.
Tahulah ia sekarang bahwa kiranya bangunan di luar itu hanya merupakan “pintu gerbang” saja yang menyembunyikan tempat tinggal yang agaknya luas sekali, yang tersembunyi di sebelah bawah!
Ia menjadi bingung. Tangga batu yang manakah yang akan membawanya ke tempat Si Kasar itu ditahan? Karena tidak ada jalan lain, Siauw Bwee lalu menuruni tangga yang sebelah kiri.
Tak lama kemudian ia mendapat kenyataan bahwa tepat seperti diduganya, bagian bawah terdapat ruangan-ruangan yang luas sekali.
Lorong-lorong yang terbuat daripada batu dan keadaan di bawah itu merupakan bangunan di bawah tanah seperti istana!
Siauw Bwee menuruni tangga dengan hati-hati sekali, akan tetapi dia tidak mendengar gerakan apa-apa, juga tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.
Jelas ia melihat rombongan yang menawan Liem Hok Sun tadi memasuki bangunan ini, sedangkan tadi yang keluar hanyalah empat orang.
Di manakah adanya orang-orang lain? Apakah mereka telah keluar lagi dari pintu rahasia yang lain? Apakah tempat itu kosong?
Dengan sikap hati-hati ia melangkah terus dan tibalah dia di sebuah ruangan yang luas dan bersih sekali, lantainya dari batu putih dan di sudut terdapat sebuah.
Arca yang melukiskan seorang laki-laki tua bermuka kasar, berdiri dengan tegak akan tetapi kakinya hanya satu karena kaki kanan arca ini pun buntung.
Melihat arca ini, Siauw Bwee menduga bahwa agaknya arca inilah arca nenek moyang kaum kaki buntung yang lihai ini.
Tiba-tiba terdengar gerakan halus, Siauw Bwee memutar tubuhnya, siap waspada dan ternyata dari sekeliling ruangan itu muncul dua puluh orang lebih, laki-laki dan perempuan.
Semua buntung kaki kanannya, akan tetapi mereka itu hanya mengepung dan tidak bergerak, berdiri dibantu tongkat masing-masing dan sikap mereka menanti.
Menanti perintah seorang di antara mereka, yaitu seorang kakek buntung pula yang usianya tentu sudah enam puluh tahun lebih dan sikapnya berwibawa sekali.
Siauw Bwee dapat menduga bahwa agaknya kakek inilah yang menjadi ketua mereka, maka ia cepat mengangkat tangan memberi hormat sambil berkata,
“Apakah Locianpwe ketua dari kaum…. eh, kaki buntung ini?”
Kakek itu memandang tajam, mengerutkan keningnya dan menjawab singkat, “Benar. Aku adalah Liong Ki Bok, ketua kaum kaki buntung.”
“Maaf, Liong-locianpwe, kalau aku lancang memasuki tempat kediaman kalian ini. Kedatanganku tidak bermaksud buruk, hanya ingin minta pertimbanganmu agar kalian suka membebaskan si kasar Hui-eng Liem….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader