BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Mereka membasmi sebuah dusun. Di antara suara ketawa-tawa mereka terdengar jerit dan rintih wanita-wanita yang mereka culik dan mereka seret ke dalam hutan itu.
Ada di antara mereka yang sekaligus membawa dua orang wanita dan mempermainkan mereka seperti seekor kucing mempermainkan dua ekor tikus. Maya tidak melihat itu semua, tidak mendengar itu semua.
Sudah terlalu sering ia mendengar dan melihat hal-hal mengerikan itu sehingga biarpun kini mata dan telinganya terbuka, namun yang tampak olehnya hanya api unggun di depannya.
Diam-diam dia telah mempersiapkan diri. Di dalam perampokan-perampokan itu, ia menemukan sebuah pisau belati yang runcing dan tajam.
Disembunyikannya pisau itu di balik bajunya, diselipkan di ikat pinggang sebelah dalam. Dan ia selalu mencari akal untuk melarikan diri.
Mereka sedang mabok-mabokan dan memperkosa wanita rampasan. Kalau saja Bhutan malam itu tidak menjaganya, tentu ia akan dapat melarikan diri di dalam hutan yang gelap itu.
Mereka sedang mabok dan sedang mengganggu para wanita. Kalau dia lari, tentu takkan ada yang tahu. Jantungnya sudah berdebar karena dia tidak melihat Bhutan yang tadi rebah-rebahan tidak jauh dari situ.
Akan tetapi harapannya membuyar ketika tiba-tiba terdengar suara ketawa Bhutan. Suara ketawa yang serak.
“Ha-ha-ha, engkau kelihatan manis sekali di dekat api unggun. Kulit wajahmu kemerahan. Wahai, puteriku jelita! Engkau seperti bukan kanak-kanak lagi, heh-heh-heh!”
Maya merasa muak dan mau muntah ketika muka Bhutan yang didekatkan itu mengeluarkan bau arak dan daging busuk!
Jantung Maya berdebar tegang. Ia, tahu bahwa orang yang paling diben cinya ini sedang mabok. Dari pandang mata, sikap dan ucapannya, Maya merasa bahwa ada bahaya mengancamnya, bahaya yang selama ini amat ditakutinya.
Biasanya Bhutan hanya merayu dan memujinya dengan kata-kata saja, akan tetapi sekali ini agaknya dia, mempunyai niat lain.
“Pergi dan jangan ganggu aku!” Maya membentak marah. “Ha-ha-ha, Maya yang manis! Tadinya aku hendak menunggu satu dua tahun sampai engkau lebih matang.
Akan tetapi aku tidak sabar menunggu sekian lamanya dan engkau…. hemm, engkau sudah cukup matang, engkau seperti setangkai kuncup kembang yang sudah merekah, marilah, Maya manis!”
Bhutan yang kini sudah berubah seperti seekor anjing kelaparan itu menangkap tangan Maya dan menarik tubuh anak perempuan itu sehingga roboh ke dalam pelukannya.
Bhutan tertawa-tawa dan memondong tubuh Maya yang meronta-ronta, membawanya ke balik gerombolan pohon kembang di mana terdapat tilam rumput hijau yang lunak.
Tak jauh dari situ terdapat mayat seorang wanita yang baru saja menjadi korban kebuasan Bhutan. Manusia kejam ini telah memperkosa wanita rampasan itu.
Kemudian membunuhnya karena wanita itu tidak memuaskan hatinya dan dalam kehausan nafsu yang bernyala-nyala.
Bhutan teringat akan Maya dan kini membawa anak perempuan yang meronta-ronta itu ke situ tanpa mempedulikan mayat yang menjadi korban kebuasannya.
Sambil tertawa-tawa dan dengan nafsu makin menyala-nyala, agaknya makin terbangkit oleh perlawanan Maya yang meronta-ronta.
Bhutan melempar tubuh Maya ke atas rumput di mana dara cilik itu terbanting roboh telentang, kemudian Bhutan menubruk dan menindihnya. Maya….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader