BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Muncrat keluar dari pundak kanan Im-yang Seng-cu, sebagian daging bahu kanannya robek!
Ia terhuyung dan memutar tongkatnya sehingga terdengar suara nyaring ketika tongkatnya berhasil menangkis banyak senjata lawan.
Suma Hoat mengeluarkan teriakan keras dan pedangnya berubah menjadi gulungan sinar menyilaukan mata tertimpa api penerangan.
Membuat Thai-lek Siauw-hud dan teman-temannya mundur, kesempatan itu dipergunakan Suma Hoat untuk meloncat jauh.
Menyambar tubuh Im-yang Seng-cu, dibawa ke tempat di mana Gin Sim Hwesio masih mempertahankan diri.
“Kalian berdua mempertahankan di belakangku!” kata Suma Hoat dan mulailah terjadi pengepungan yang ketat terhadap tiga orang itu.
Gin Sim Hwesio sudah terluka parah, juga Im-yang Sengcu sudah terluka berat, dan hanya Suma Hoat seorang yang masih mampu mengirim serangan balasan.
Karena dua orang temannya hanya mampu mempertahankan diri saja.
Bukan main kagum hati Gin Sim Hwesio dan Im-yang Seng-cu menyaksikan sepak terjang Suma Hoat.
Biarpun pundaknya sudah berdarah, pemuda tampan itu mengamuk terus, melindungi kedua orang yang terluka sambil balas menerjang.
Dengan sambaran pedangnya yang amat luar biasa sehingga sedikit saja ada pengeroyok lengah tentu menjadi korban.
Im-yang Seng-cu kagum dan juga gembira menyaksikan teman barunya itu. Dia sendiri bersama Gin Sim Hwesio hanya mampu melindungi diri.
Dan dia pun maklum bahwa kalau tidak ada Suma Hoat tentu niat buruk anak buah Coa Sin Cu membasmi para hwesio Siauw-lim-pai dan membakar kuil akan terlaksana.
Bahkan ditambah dengan pengorbanan dirinya sendiri. Saking gembiranya menyaksikan sepak terjang Suma Hoat, ia memutar tongkat sambil bernyanyi puja puji buat dewa pemetik bunga ini.
“Dia dikatakaan Pemetik Bunga
perbuatannya bergelimang darah menghitam
kini dia mati-matian membela
kebenaran dengan taruhan nyawa penuh rela
hitam atau putihkah dia?
Dia disebut berbudi seperti dewa
tapi betapa banyak air mata runtuh dari dara-dara
menangis dengan hati merana
setan atau dewakah dia?”
Suma Hoat tidak dapat memperhatikan nyayian ini hanya diam-diam ia pun kagum sekali akan sikap Im-yang Seng-cu yang dalam himpitan bahaya maut masih sempat bernyanyi-nyanyi puja puji dia.
Betapa gagah perkasanya Si Kaki telanjang itu! Suma Hoat memusatkan perhatiannya diujung pedang dan amukannya membuat gentar Thai-lek Siauw-hud.
Thian Ek Cinjin dan anak buah mereka. Malam sudah hampir terganti pagi dsn mulailah para penyerbu merasa khawatir.
Kalau sampai pagi dan mereka belum berhasil sehingga kelihatan oleh penduduk, tentu rahasia mereka akan pecah dan semua usaha itu akan sia-sia belaka.
Maka Thai-lek Siauw-hud lalu memberi aba-aba rahasia. Semua anak buahnya mulai mengumpulkan teman-teman yang tewas atau terluka, kemudian….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader