BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Aihhh….! Bangsa yang biadab itu….!” Sang Puteri berseru kaget sekali. “Karena itu, maka harus diselidiki keadaannya, Siocia.
Demi kepentingan kerajaan ayahmu saya harus berangkat besok pagi-pagi. Karena inilah maka saya memberanikan diri menghadap Siocia untuk berpamit.”
“Kam-taihiap, berapa lamakah kau pergi….?” Han Ki menggeleng kepala. “Bagaimana saya bisa tahu, Siocia? Tergantung keadaan di sana dan…. hemmm, kalau saya sampai tidak kembali menghadap Siocia itu berarti bahwa saya tentu tewas di sana…. eh!
Siocia …. ! Siocia ….!” Han Ki cepat menubruk dan merangkul dara itu yang tiba-tiba menjadi lemas dan pingsan mendengar ucapannya itu.
Dia merangkul leher dara itu penuh kasih sayang, penuh kemesraan, lalu memondongnya dan memangkunya sambil duduk di bangku tepi kolam.
Ia tahu bahwa dara itu hanya pingsan karena kaget, maka perlahan-lahan ia mengurut belakang kepalanya. Muka itu tengadah, agak pucat namun bibirnya masih merah segar.
Pernapasan merasa lega sekali dan tanpa disadarinya ia menunduk mencium dahi yang putih halus itu. Sang Puteri sadar dan berteriak ketika mendapatkan dirinya dipangku dan dahinya dicium.
“Ahhh, Kam-taihiap….!” Ia merintih dan kedua lengannya merangkul leher. “Hong Kwi…. Hong Kwi….?” Han Ki juga mengeluh.
Sakit hatinya karena maklum akan keadaan mereka yang seolah-olah terpisah jurang kedudukan, dan kini malah akan berpisah!
Ia menjadi terharu, bercampur cinta kasih mendalam dan tanpa mereka sadari dan tanpa mereka ketahui siapa yang memulainya.
Muka mereka saling berdekatan dan bibir mereka bertemu dalam sebuah ciuman mesra, ciuman yang mereka lakukan tanpa sadar.
Seolah-olah ada tenaga gaib yang mendorong mereka karena selama hidup mereka belum pernah berciuman seperti itu.
Tercurah seluruh kerinduan hati, seluruh keharuan, seluruh cinta kasih sehingga sambil berciuman yang seolah-olah takkan pernah terlepas lagi itu mereka terisak, naik sedu-sedan dari dada mereka, ke tengorokan.
Mereka terengah-engah, terbuai oleh gelombang asmara yang hebat, baru melepaskan ciuman setelah napas tak tertahan lagi, saling rangkul seolah-olah tak hendak melepaskan lagi.
“Hong Kwi….!” “Koko….! Kam-koko….!” Entah berapa lama mereka saling rangkul, entah berapa kali mereka saling berciuman.
Tiada bosan-bosannya Han Ki mencium dahi, alis, mata, hidung, pipi, bibir dan leher wanita yang dicintanya, seolah-olah hendak menghisap semua itu dan menyimpannya ke dalam lubuk hatinya.
Mereka lupa diri, lupa waktu,lupa keadaan. “Siocia….!” Suara pelayan menyadarkan mereka. “Hamba mendengar suara peronda….!”
Puteri itu melepaskan diri dari atas pangkuan Han Ki, berdiri gemetar sambil memegang lengan Han Ki yang kuat.
“Koko…. bagaimana dengan kita….? Ahh, Koko, jangan tinggalkan aku, bawalah aku pergi…. mari kita minggat malam ini juga….”….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader
Hal: 40