BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Datang membungkuk-bungkuk, “Ini bayaran hidangan!” kata Si Perwira mengeluarkan beberapa buah uang perak dan memberikan kepada Si Pelayan. Si Pelayan menerima dan matanya terbelalak.
Uang itu terlampau banyak, akan tetapi dia bergidik ketika menerimanya. Perwira itu tidak peduli dan pergilah dia bersama empat temannya meninggalkan restoran.
“Heii! Kenapa kau bengong? Apakah bayarannya kurang?” Si Kaki Telanjang menegur pelayan. “Kalau kurang bilang saja, mereka harus menambahnya!”
“Tidak…., tidak kurang malah lebih…., akan tetapi….“ Pelayan itu memperlihatkan perak yang berada di telapak tangannya dan ternyata bahwa potongan-potongan uang perak itu kini telah menjadi satu seperti dijepit jepitan baja yang amat kuat!
Si Kaki Telanjang tertawa, “Bagus, kalau lebih, berikan kelebihannya untuk menambah arak!”
Pelayan ini pergi tanpa berani membantah karena kalau lima orang itu saja bersikap mengalah dan gentar terhadap dua orang aneh ini, apalagi dia!
“Mari, sahabat yang tampan. Kita makan bersama!”
Suma Hoat menjawab, “Makanlah sendiri. Aku tidak rakus!”
Si Kaki Telanjang terbelalak, kemudian bangkit berdiri dan membungkuk.
“Aihh…., dasar aku si tukang rakus! Perkenalkan, aku tidak mempunyai nama, akan tetapi orang-orang sinting di dunia ini menyebutku dengan julukan Im-yang Seng-cu.”
Suma Hoat terkejut. Dia sudah mendengar nama besar orang aneh ini dan sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa orangnya masih begitu muda, namun namanya sudah menggemparkan dunia persilatan.
Menurut kabar yang ia peroleh, Im-yang Seng-cu adalah seorang tokoh Hoa-san-pai yang dianggap “murtad”.
Menjadi seorang perantau yang ilmunya tinggi, wataknya aneh dan gila-gilaan akan tetapi selalu menindas kejahatan. Ia pun menjura dan berkata.
“Aku pun tidak mempunyai nama, dan orang-orang suci di dunia ini menyebutku dengan julukan Jai-hwa-sian!”
“Haiii!” Im-yang Seng-cu meloncat bangun, kemudian menggeleng-geleng kepala dan menggoyang-goyangkan tangannya, “Jangan berkelakar, kawan. Orang seperti engkau ini tidak patut disebut Jai-hwa-sian!”
“Akan tetapi memang benar akulah Jai-hwa-sian, dan kalau engkau merasa terlalu suci untuk berdekatan dengan….”
“Wah-wah, stop! Biar engkau punya julukan Jai-hwa-sian atau Jai-hwa-kwi (setan) aku tidak peduli. Yang penting kita berdua hari ini bertemu secara kebetulan dan menyenangkan sekali.”
“Kupersilakan engkau sudi menemaniku, makanan di mejamu tentu sudah kotor kena percikan arak bau dari mulut orang tadi!”
Suma Hoat memang tertarik sekali untuk berkenalan dengan orang aneh yang telah ia lihat sendiri kelihaiannya tadi, maka ia lalu bangkit berdiri dan pindah duduk, menghadapi meja Si Kaki Telanjang.
Mereka lalu makan minum, dan karena Im-yang Seng-cu makan dengan lahapnya tanpa bicara, Suma Hoat juga makan tanpa berkata sesuatu.
“Benarkah engkau Jai-hwa-sian?” Tiba-tiba Im-yang Seng-cu bertanya.
“Kalau benar mengapa?” Suma Hoat balas bertanya.
Im-yang Seng-cu tertawa. “Engkau jantan sejati. Akan tetapi aku masih…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader