BEBASBARU.ID, TABALONG – Era Tahun 90 an hingga 2000 an, kawasan Mabu’un, Kecamatan Murung Pudak, Tabalong Kalsel, terkenal sebagai kawasan segala maksiat ngumpul.
Judi dan pelacuran marak di sana dan seolah aparat tutup mata saja, apalagi preman juga berkumpul di tempat itu, yang pusatnya berada di Terminal Mabuun.
Kalau siang hari memang biasa-biasa saja, tapi kalau malam berubah jadi kawasan ‘Texas’ nya Tabalong di tempat ini.
Namun, sejak KH Asmuni atau Abah Guru Danau buka pengajian di sana, kawasan ini pelan tapi pasti berubah total.
Salah satu ulama besar Kalsel yang berpulang ke rahmatullah hari ini Jumat (02/02/204) pukul 16.32 Wita di rumah pribadinya di Danau Panggang, Hulu Sungai Utara mampu redam maksiat di sana, lewat pengajiannya yang di hadiri puluhan ribu jamaah setiap Selasa malam dua minggu sekali.
Berawal dari Desa Bitin
Guru Danau membuka pengajian agama di Desa Bitin pada tahun 1980 dan mengajar di Pesantren Salatiah. Pada tahun 1981, dia kembali membuka pengajian di kampung halamannya sendiri, Danau Panggang.
Guru Danau menceritakan, ketika ingin membuka pengajian, Guru Danau terlebih dahulu meminta izin kepada Guru Ijai.
Sang Guru mengizinkan dengan syarat tidak boleh bapintaan (meminta dana dari masyarakat), harus memakai halat (dinding) yang memisahkan laki-laki dan perempuan, dan harus ikhlas.
Agar seorang guru dapat ikhlas mengajar, dia harus memiliki kemandirian ekonomi. Dengan kemandirian ini, seorang guru dapat berkonsentrasi mengajar dan berdakwah tanpa mengharap imbalan uang.
Pada tahun-tahun awal, peserta pengajian Guru Danau di Bitin dan Danau Panggang tidak banyak. Namun lama kelamaan jumlahnya semakin meningkat hingga mencapai ribuan orang.
Kegiatan keagamaan rutin di Bitin dan Danau Panggang dihadiri jamaah sekitar 3 hingga 6 ribuan.
Pengajian di Bitin dilaksanakan pada Sabtu malam (malam Minggu) sedang di Danau Panggang dilaksanakan pada Senin Malam.
Di Bitin, pusat pengajian bertempat di rumah Guru Danau di sekitar Pasar Bitin. Karena tidak ada lapangan yang luas, ribuan jamaah menempati teras dan halaman rumah penduduk sekitar.
Banyak dari mereka yang duduk berbaris di pinggir-pinggir jalan hingga mencapai beberapa kilometer.
Hal serupa juga terjadi pada pengajian di Danau Panggang. Pusatnya bertempat di Mushalla Darul Aman (nama yang sama dengan Langgar Darul Aman tempat Guru Ijai mengajar) yang tepat berada di samping rumah Guru Danau.
Selain mengasuh kedua pengajian besar di atas Guru Danau juga mendirikan dan membina beberapa pesantren. Pada tahun 1982, ia mendirikan pesantren Darul Aman di Kecamatan Babirik (Hulu Sungai Utara).
Pengajiaan Penuh Sesak dengan Kendaraan Jamaah
Nama Darul Aman sendiri mengikuti nama Langgar Darul Aman di Keraton tempat Guru Ijai mengajar. Guru Danau juga menamai mushalla di samping rumahnya dengan nama Darul Aman, sama dengan nama langgar gurunya di Keraton Martapura.
Pesantren lain yang dibinanya adalah Pesantren Raudatus Sibyan di Desa Longkong Kecamatan Danau Panggang dan Pesantren Ar Raudah I di Jaro Tabalong dan Ar Raudah II di Pangkalanbun.
Pada dekade 1990-an (sekitar 1998), seiring dengan semakin meluasnya pengaruh dan popularitasnya, Guru Danau kembali membuka pengajian di Mabuun Tanjung (Kabupaten Tabalong).
Menurut cerita Guru Danau, pada awalnya, Mabuun merupakan sarang pelacuran dan perjudian. Guru Danau berusaha memberantas penyakit sosial ini dengan cara menghubungi pihak-pihak berwenang untuk menutupnya.
Namun usaha ini tidak berhasil. Dia mengubah strategi. Dia tidak lagi mengharapkan aparat, tetapi membuka pengajian di tempat itu.
Dihadiri oleh ribuan jamaah ini, praktik pelacuran dan perjudian itu tidak mendapat tempat dan berhenti dengan sendirinya.
Dengan cara ini, lokasi yang asalnya menjadi tempat maksiat berubah menjadi komplek pengajian.
Di Mabuun, pengajian ketiga yang diasuh oleh Guru Danau, kemudian menjadi pengajian Guru Danau yang terbesar karena dihadiri oleh puluhan ribu jamaah, ada yang menyebutnya mencapai 40 ribuan jamaah.
Kuantitas jamaah yang hadir di tempat ini jauh lebih besar dibanding pengajian di Danau Panggang dan Bitin.
Hal ini didukung oleh Komplek pengajian Guru Danau di Mabuun yang memiliki area yang lebih luas dan lebih baik kondisinya dibanding pengajian di Bitin dan Danau Panggang sehingga memungkinkan menampung puluhan ribu jamaah.
Dengan kuantitas jamaah yang mencapai puluhan ribu jamaah ini, kegiatan Guru Danau di Mabuun disebut-sebut sebagai yang terbesar di kawasan Banua Anam.
Pengajian di Mabuun dilaksanakan pada malam Rabu setiap setengah bulan sekali. Guru Danau menyatakan, jarak setengah bulan sekali dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada jamaah untuk mengumpulkan uang untuk keperluan transportasi mendatangi tempat pengajian.
Jamaah yang bertempat tinggal di kawasan Amuntai, Paringin, atau yang berada di kawasan Kalimantan Tengah memiliki persiapan yang lebih luas untuk menghadiri pengajian di Mabuun.
Jarak waktu pengajian yang ditetapkan oleh Guru Danau ini cukup membantu sebagian jamaah yang merupakan orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah.
Bagi murid-muridnya yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, mendatangi pengajian di Mabuun bukan merupakan persoalan karena mereka memiliki kendaraan pribadi yang dapat digunakan setiap saat.
Karena itu, tidak mengherankan, jika sekitar kegiatan keagamaan Guru Danau di Mabuun berjejer mobil dengan jumlah mencapai ratusan hingga ribuan buah.***