BEBASBARU.ID, DUNIA ISLAM – Tahukah anda, umat Yahudi, terutama pemuka agamanya selalu memantau sholat umat Islam.
Ada dua sholat yang mereka pantau, yakni sholat Jumat dan sholat Subuh, kenapa mereka memantau kedua waktu sholat itu?
Inilah kisahnya!
Ada cerita menarik dari Ustadz Syamsi Ali dari New York. Ustadz yang sudah tinggal lama di komunitas Yahudi dunia ini pernah menyaksikan satu acara yang menghadirkan dua rabbi.
Salah satu rabbi Yahudi pernah mengatakan bahwa sholat Jum’at harus diwaspadai karena sangat bisa dijadikan satu wadah untuk bergerak dalam melakukan perlawanan terhadap Yahudi.
Mendengar pembicaraaan rabbi pertama, rabbi kedua tertawa lantas berkata, ”Janganlah takut, Saudaraku.
Sholat Jum’at janganlah kita jadikan ukuran bahwa umat Islam sudah bersatu. Sholat Jum’at bukan pertanda bahwa mereka sudah bersatu, walau mereka biasanya memenuhi masjid di waktu siang. Walau jumlah mereka banyak, tapi sebenarnya mereka tercerai-berai.”
Rabbi pertama lantas bingung dan bertanya, “Jika demikian, apa yang bisa kita jadikan tolok ukur bahwa mereka sudah bersatu-padu dan apa tanda-tanda bahwa mereka segera menghancurkan kita?”
Rabbi kedua terhenyak dan kemudian dengan perlahan-seolah takut didengar orang, rabbi kedua berbisik.
“Sholat Jum’at memang tidak bisa kita jadikan tolok ukur kekuatan mereka. Satu-satunya yang bisa kita jadikan tolok ukur, satu-satunya yang harus kita waspadai.
Satu-satunya yang harus kita cemaskan adalah jika orang-orang Islam itu sudah melaksanakan sholat Subuh berjamaah sebanyak mereka menunaikan sholat Jum’at.
Bila sholat Subuh mereka sudah memenuhi masjid-masjid seperti halnya sholat Jum’at, maka barulah itu tanda-tanda akan datangnya kehancuran bagi kita. Di hari itu kita wajib waspada”.
Dialog dari dua rabbi (pemuka agama yahudi) diatas merupakan sebuah ungkapan dari kebenaran demi kebenaran atas beberapa kejadian besar yang pernah dialami dunia ini.
Sebut saja peristiwa demi peristwa atas pergerakan perubahan menuju kebaikan terjadi pada pagi hari atau disaat subuh.
Karena ia merupakan waktu awal munculnya cahaya setelah kegelapan, awal munculnya keadilan setelah kedhaliman, awal munculnya kebaikan setelah kerusakan.
Begitu juga dengan kehancuran kaum ‘Adh di masa nabi Hud. Allah Azza wa Jalla menghancurkan mereka dengan angin topan yang sangat dingin di waktu Subuh.
Begitu juga kaum Tsamud, Allah menghancurkan mereka di waktu Subuh. Tidak hanya kaum terdahulu, Rasulullah juga menyatakan bahwa kebathilan akan dihancurkan di waktu Subuh.
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika kita memasuki sebuah kaum, maka peringatilah akan kehancuran mereka di pagi hari!!” Hadits ini dalam banyak redaksi terdapat dalam kitab-kitab Imam Ahmad, Malik, At Tirmidzi dan An Nasa’i.
Dalam beberapa nubuah tentang turunnya Imam Mahdi disebutkan terjadi di waktu subuh dan disambut oleh para pemuda dan pria-pria kuat iman yang menjaga waktu subuh.
Waktu yang kerap luput dari pemahaman dan pengetahuan khazanah keislaman kita ini ternyata memang sangat ditakuti para pengusung dan penyeru kebatilan.
Dan bisa jadi para pengaku muslim dan sibuk nyinyir mengatakan adanya politisasi terkait gerakan yang diusung oleh golongan besar yang beberapa waktu lalu menyerukan aksi pembelaan kepada agama Allah ini.
Luput juga memhami bahwa petunjuk yang teramat lekat dengan kebenaran adalah petunjuk yang merujuk kepada kitab-kitab yang memuat kebenaran langit.
Apalagi pongah menyandingkan pemahaman dari seorang penggiat kebebasan menafsirkan sumber primer alias teks langit seperti Sumanto Al Qurthuby.
Pengusung liberalisme ini hanyalah sebuah plankton yang dhaif jika dibandingkan dengan seorang anak kecil penggembala kambing di padang pasir yang saat itu ditanya oleh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam tentang istiwa’.
Sebuah hadits yang shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafiq selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657).
(Kreator: Imam Prasetyo di kutip BEBASBARU.ID dari kompasania)