BEBASBARU.ID, NASIONAL – Keputusan Baleg DPR RI yang menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menuai beragam komentar semua pihak, khususnya pakar hukum.
Mereka menilai, kali ini DPR sengaja cari celah hukum, padahal keputusan MK itu final dan mengikat.
Pertanyaannya kini, apakah Putusan MK dapat dibatalkan oleh DPR?
Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, DPR tidak bisa semena-mena mengubah, membatalkan atau mengabaikan.
“Final dan mengikat ini juga sudah ditekankan berlaku pada Pilkada 2024. Jadi, kebalik logikanya DPR,” kata Usep.
Menurut dia, DPR telah melanggar konstitusi karena telah menganulir putusan MK tersebut.
“Iya, tidak sesuai konstitusi,” ujarnya.
Pakar Hukum Kepemiluan Titi Anggraini juga mengatakan hal serupa. Titi menyatakan Pilkada 2024 inkonstitusional jika DPR tetap mengesahkan RUU Pilkada dan ditindaklanjuti oleh KPU.
“Jelas putusan MK final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes,” kata Titi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/08/2024).
“Kalau sampai disimpangi, maka telah terjadi pembangkangan konstitusi dan bila terus dibiarkan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan,” imbuhnya.
Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah ‘Castro’ juga mengatakan putusan MK soal syarat usia serta perolehan suara partai politik untuk mengusung kandidat kepala daerah langsung berlaku di Pilkada 2024.
“Berlaku untuk Pilkada 2024,” tuturnya.
Castro menjelaskan MK tidak menyebutkan kapan putusan itu berlaku. Hal ini seperti perubahan syarat usia minimal capres-cawapres dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu langsung berlaku di Pilpres 2024.
“Beda misalnya dengan putusan MK yang berkaitan dengan ambang batas suara dari parpol yang ditegaskan bahwa itu akan berlaku 2029. Sementara putusan MK ini kan tidak menyebutkan apakah berlaku 2029 atau tidak. Artinya seharusnya berlaku untuk Pilkada 2024,” jelas Castro.
DPR di Kepung Massa
Kengototan Baleg DPR dan hari ini akan di paripurnakan akhirnya dapat perlawanan dari mahasiswa dan elemen warga pecinta demokrasi.
Keputusan Baleg DPR yang tak akui hasil keputusan Mahkamah Konstitusi berbuah ‘kemarahan’ mahasiswa dan berbagai tokoh bangsa lainnya.
Bahkan Anggota MK sebuat, keputusan DPR ini artinya melawan Hukum Konstitusional, yang artinya membangkang hasil keputusan hukum yang tak bisa di ganggu gugat.
Pantauan terkini, Ggedung DPR RI di Senayan, Jakarta, dipasang barier beton dan kawat berduri jelang demonstrasi besar-besaran menolak pengesahan RUU Pilkada, Kamis (22/08/2024).
Dikutip BEBASBARU.ID dari CNN Indonesia, Demo besar ini bagian dari gerakan ‘peringatan darurat Indonesia’ merespons manuver DPR yang mengabaikan putusan MK tentang pencalonan kepala daerah.
Barrier atau penghalang beton yang dilengkapi kawat berduri di pasang di bagian depan Gedung DPR. Sejumlah personel kepolisian juga terlihat berjaga di depan gedung tersebut.
Sementara itu, lalu lintas di sepanjang Jalan Gatot Subroto hingga menuju DPR masih lancar dan belum ada pengalihan arus. Hingga berita ini ditulis, belum terlihat ada massa demo yang berdatangan.
Sejumlah elemen masyarakat sipil akan menggelar demonstrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, hari ini.
Sekjen Partai Buruh Ferri Nuzarli menyebut akan ada ribuan buruh dan nelayan yang akan turun ke jalan. Mereka mendesak DPR tak melawan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pencalonan kepala daerah dengan mengesahkan RUU Pilkada
“Kami akan hadir bersama kawan-kawan buruh tani dan nelayan se-Jabar, DKI dan Banten dan sebanyak sekitar 5000-an,” kata Ferri dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (20/08/2024).
Selain itu, Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia (BEM SI) juga mengaku akan turun ke depan DPR melakukan hal serupa. Elemen-elemen ini bergabung dengan masyarakat sipil lain.
Demo ini merupakan respons Baleg DPR yang menyepakati RUU Pilkada dalam rapat Rabu (21/08/2024) kemarin. RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP yang menolak.
RUU ini rencananya disahkan jadi UU dalam rapat paripurna hari ini. Poin-poin krusial dalam RUU tersebut pada intinya mengabaikan putusan MK soal syarat pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah.
Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.***