BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Keteranganmu amat menarik,” katanya tersenyum, “dan engkau pandai membela kebaikan ilmu silat.
Tentang yang pertama, aku percaya karena engkau pandai menjaga serangan lawan bahkan pandai menyerang.
Juga bahwa ilmu silat adalah ilmu menyehatkan tubuh, boleh dipercaya melihat betapa engkau sehat dan kuat serta lincah sekali. Akan tetapi bahwa ilmu silat adalah ilmu yang mengandung seni tari indah, masih kusangsikan.”
“Masih sangsi? Kau lihat dan katakan apakah ini tidak indah,” kata Sin Lian yang sudah melompat bangun dan dara cilik ini mulai bersilat tangan kosong.
Gerakannya cepat, namun terutama sekali amat indah. Gerakan tangan kaki teratur rapi dan benar-benar membuat Han Han menahan napas.
Ia melihat betapa gerakan-gerakan itu, biarpun agak terlalu cepat, namun tiada ubahnya seperti seorang dewi yang menari dengan indahnya, sama sekali tidak kelihatan sebagai ilmu untuk berkelahi. Betapa lemasnya kedua lengan dan tubuh itu!
“Bagus! Memang indah sekali, suci!” katanya memuji dengan sejujurnya.
Sin Lian berhenti bersilat, lalu duduk pula di dekat Han Han.
“Harus kuakui bahwa ilmu silat tadi seperti orang menari saja. Kini aku percaya bahwa dalam ilmu silat terkandung seni tari yang indah, sungguhpun aku masih sangsi apakah aku dapat belajar bersilat seindah yang kaumainkan itu.
Tentang meningkatkan harga diri dan memupuk sifat rendah hati, kurasa hal ini tidak karena ilmu silat, melainkan tergantung daripada sifat orangnya.”
“Ah, tidak bisa! Seorang guru yang baik seperti Ayah, di samping men gajarkan ilmu silat, juga menekankan aturan-aturan keras untuk membuat muridnya memiliki harga diri, menjadi pembela kebenaran dan keadilan, serta tidak sombong.”
“Kalau begitu aku suka belajar ilmu silat. Biar kuminta suhu mengajarku gerakan kaki tangan.”
Sin Lian menggeleng-geleng kepalanya yang bagus bentuknya.
“Tidak begitu mudah, sute. Kuda-kudamu belum sempurna benar. Lebih baik kita berlatih lagi agar kuda-kudamu cepat sempurna. Setelah kuda-kudamu kuat benar, baru kau akan diberi pelajaran gerakan kaki tangan.”
“Berapa lama lagi kiranya? Sebulan, dua bulan, tiga bulan?”
“Tergantung dari kemajuanmu, sute. Mungkin setahun baru diberi pelajaran pukulan.”
Jawaban ini membuat semangat Han Han menjadi lesu kembali. Disuruh belajar bhesi sampai setahun? Wah, berat sekali! Membosankan.
Memang pada dasarnya ia kurang dapat melihat manfaatnya ilmu silat dan tadinya sama sekali tidak suka, kini setelah mulai tertarik ia terbentur pada kesukaran belajar kuda-kuda yang membosankan itu sampai setahun!
Sin Lian baru berusia sembilan tahun lebih, akan tetapi ternyata dia seorang bocah yang cerdik. Melihat wajah sutenya menjadi muram, ia cepat berkata.
“Sute, jangan memandang rendah kuda-kuda. Karena sesungguhnya pokok kekuatan ilmu silat terletak pada kekokohan bhesi inilah.
Bagaikan rumah, demikian kata Ayah, bhesi adalah tiang-tiangnya, pukulan tendangan dan gerakan lain hanya bagian atasnya atau cabang-cabangnya…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader



