BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Tetap tidak melihat kesempatan. Dan tiba-tiba jantungnya serasa berhenti berdetik. Benar! Pemuda ini tidur dan kurang lebih tiga jam lagi, pengaruh totokan akan lenyap dengan sendirinya dari tubuhnya.
Ia akan dapat bergerak dan alangkah mudahnya untuk membebaskan diri kalau ia sudah dapat bergerak! Jam-jam berikutnya merupakan waktu yang amat sengsara.
Tegang dan menggelisahkan bagi Kwi Lan. Api lilin sudah padam dan karena ia menanti waktu pulihnya tenaga tubuhnya, maka setiap menit berlalu seakan-akan setahun.
Orang bisa menjadi lekas tua kalau menanti jalannya waktu dengan tak sabar. Satu jam, dua jam…., hampir tiga jam.
Dan Suma Kiat masih juga belum bergerak. Jantung Kwi Lan berdebar. Berkali-kali ia berusaha mengerahkan tenaga dari pusar, namun sia-sia. Totokan belum punah.
Akhirnya, ia dapat menggerakkan pinggangnya! Ia hampir bebas! Kwi Lan memejamkan mata, mengumpulkan seluruh semangat dan tenaga untuk menggerakkan kaki tangan yang lumpuh.
Dan…. pada saat itu, jari-jari yang kuat telah menotok punggungnya, membuat ia roboh miring dan lemas kembali seperti tadi. Suma Kiat tertawa dan Kwi Lan menahan isak tangisnya.
Hatinya kecewa bukan main. Sudah mati-matian menanti, pada saat terakhir semua harapannya tersapu habis. Ia sudah ditotok kembali dan kini Suma Kiat sudah rebah miring lagi, malah memeluknya dan sebentar saja pemuda itu sudah mendengkur.
Untung bahwa ketika rebah tadi, kaki tangannya tertarik sehingga biarpun dipeluk, hanya pundaknya saja yang dirangkul pemuda itu.
Napas pemuda itu terasa meniup dahinya. Kwi Lan bergidik, hatinya penuh kemarahan dan kebencian. Matahari telah menyinarkan cahayanya melalui jendela kuil yang tak berdaun lagi.
Kwi Lan memicingkan mata, silau oleh sinar matahari Suma Kiat terbangun, menggeliat dan bangkit duduk lalu tersenyum dan terkekeh memandangi wajah Kwi Lan.
“Aduh, cantik nian kau Kwi Lan. Tersinar cahaya matahari pagi engkau tiada ubahnya setangkai bunga mawar.
Rambutmu kusut, sebagian menutupi dahi, matamu sayu oleh kantuk, bibirmu basah kemerahan seperti kuncup bunga, mandi embun, ahhh, engkau sekarang tentu akan memegang janjimu, bukan?
Kita menjadi suami isteri, disaksikan cahaya matahari pagi….“ Pemuda itu berbisik-bisik dan membungkuk hendak mencium bibir yang merah itu.
Tiba-tiba ia tersentak kaget dan meloncat mundur karena bentakan di belakangnya. “Suma Kiat! Engkau benar-benar keji dan jahat!”
Suma Kiat meloncat bangun, membalikkan tubuh dan berhadapan dengan…. Kiang Liong! Pemuda berpakaian putih itu berdiri tegak dengan wajah penuh amarah dan wibawa, di punggungnya nampak menonjol ujung alat musik yang-khim.
Seperti diketahui, pemuda ini diperintah oleh Suling Emas untuk mengejar Suma Kiat. Ia bertanya-tanya kepada perajurit Khitan dan akhirnya mendapat keterangan bahwa Suma Kiat membawa Kwi Lan berkuda ke selatan.
Ia mengejar terus, akan tetapi terhalang malam gelap. Pagi-pagi sekali, setelah malam itu ia bermalam di dalam hutan, ia melanjutkan perjalanan dan melihat kuil tua di pinggir jalan dan seekor kuda di luarnya. hatinya girang dan cepat ia meloncat…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader