BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kakek renta itu berkata halus dan tubuhnya seolah-olah digerakkan angin melayang ke depan, ke dua tangannya dikembangkan dan pergelangan tangannya digoyang-goyang seperti orang mencegah.
Anehnya, dari kedua tangan itu menyambar angin halus yang amat kuat sehingga semua panglima dan pengawal yang menerjang maju itu terpelanting ke kanan kiri.
Ada pula yang terjengkang ke belakang, seolah-olah ada tenaga mujijat yang mendorong mereka mundur. Dengan tenang, kakek itu menghampiri Maya dan Siauw Bwee, berkata lirih.
“Orang hidup mesti mati. Hal yang sudah wajar dan semestinya, mengapa ditangisi?” Sungguh mengherankan, dua orang perempuan itu yang dilanda duka.
Terutama sekali Siauw Bwee yang melihat ayahnya tewas, seolah-olah lupa akan kedukaan mereka dan bangkit berdiri, memandang kakek itu dengan wajah sayu. Kakek itu membungkuk, mengangkat tubuh Han Ki, disampirkan di atas pundaknya.
Pada saat itu terdengar teriakan yang diseling isak tangis dan dari luar pintu gerbang masuklah seorang laki-laki bongkok, langsung meloncat ke dekat jenazah Kam Liong, berlutut dan menangis.
Orang itu bukan lain adalah Gu Toan, pelayan dan juga murid Kam Liong yang amat setia.
Kakek tua renta itu mengangguk-angguk. “Bahagialah orang yang memiliki kesetiaan seperti engkau.
Akan tetapi, menangis tiada gunanya. Lebih baik urus jenazah majikanmu dan muridnya, kuburkan abunya di kuburan keluarga mereka,”
Gu Toan menengok dan begitu pandang matanya bertemu dengan pandang mata kakek itu ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek tua renta sambil berkata,
“Hamba mohon petunjuk.”
Kakek itu tersenyum, menggerakkan tangan dan telapak tangannya menekan kepala Gu Toan. Pelayan Menteri Kam merasa hawa yang hangat dan makin lama makin panas memasuki kepalanya.
Terus menjalar ke seluruh tubuhnya. Sebagai seorang pelayan yang dapat dikatakan juga murid seorang sakti seperti Kam Liong.
Si Bongkok Gu Toan ini maklum bahwa kakek tua renta yang memiliki sinar pandang mata yang luar biasa seolah-olah menyinarkan sesuatu yang mujijat, adalah seorang maha sakti yang kini sedang memasukkan tenaga gaib ke dalam tubuhnya.
Tentu saja ia menjadi girang sekali dan “membuka” semua pintu jalan darahnya untuk menerima kekuatan sakti itu.
Setelah kakek itu melepaskan telapak tangannya, Gu Toan merasa betapa dadanya hangat dan nyaman, dan ketika ia menghaturkan terima kasih lalu bangkit berdiri, ia merasa tubuhnya ringan dan penuh semangat.
Maka ia tidak mau membuang waktu lagi, maklum bahwa dalam saat yang penuh mujijat itu semua penjaga tidak ada yang dapat bergerak, cepat ia mengangkat jenazah Kam Liong dan Khu Tek San.
Kemudian melangkah lebar meninggalkan pintu gerbang itu dengan kedua jenazah di pundaknya. Suling dan kipas milik Kam Liong dia bawa pergi pula, diselipkan di pinggangnya.
Kelak akan ternyata bahwa Si Bongkok Gu Toan ini menguburkan abu jenazah kedua orang gagah itu di tanah pekuburan keluarga Suling Emas di Khitan, kemudian menjaga kuburan itu sampai menjadi…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader